Bisnis.com, SURABAYA - Kinerja sektor ritel dan mal di Surabaya, Jawa Timur tahun ini diyakini bakal semakin bergairah seiring dengan tren kunjungan dan tingkat penyerapan ruang ritel yang semakin membaik.
Head of Research Colliers International - Indonesia, Ferry Salanto mengatakan sejak semester II/2022, tingkat kunjungan mal di Surabaya terus membaik mendekati kondisi normal, meskipun masuknya pasokan baru ruang ritel/mal menyebabkan tingkat hunian jatuh rerata di bawah 70 persen.
“Tingkat kunjungan yang membaik ini diharapkan menjadi katalis untuk naiknya tingkat hunian dari para tenant. Bisnis food and beverage (F&B) lokal asal Surabaya juga sudah mulai membantu penyerapan ruang ritel,” jelasnya, Kamis (19/1/2023).
Menurutnya, Surabaya masih menjadi pilihan lokasi ekspansi bagi para retailer, terutama setelah para ritailer membuka gerai di kota besar lainnya seperti di Jakarta. Sementara pengembang mal di Surabaya juga telah berusaha menyediakan ruang terbuka di dalam mal Misalnya berbentuk amphitheater dan outdoor dining area.
“Beberapa mal juga melakukan peremajaan dan rekonstruksi layout penyewa untuk menggenjot tingkat hunian mal,” imbuhnya.
Adapun per semester II/2022, tingkat hunian mal di Surabaya berdasarkan wilayah tercatat untuk mal di Surabaya Barat memiliki okupansi tenant sebanyak 85 persen, Surabaya Utara 40 persen, Surabaya Timur 70 persen, Surabaya Barat 75 persen dan Surabaya Selatan 55 persen.
Baca Juga
“Di penghujung tahun lalu, di Surabaya memang ada penambahan pasokan mal baru seperti hadirnya Trans Icon. Hal Ini menambah total pasokan mal di Surabaya yang secara kumulatif telah mencapai 1,21 juta m2. Diperkirakan hingga 2025 nanti akan ada 4 pusat perbelanjaan baru yang akan hadir,” ujarnya.
Ferry menambahkan, soal tarif sewa mal di Surabaya tahun ini juga akan terjadi penyesuaian, termasuk biaya pemeliharaan. Per semester II/2022, tarif dasar sewa mal di Surabaya cenderung stabil Rerata Rp445.422/m2/bulan dan biaya pemeliharaan Rp140.000/m2/bulan.
“Tarif sewa dan biaya pemeliharaan akan mulai mengalami penyesuaian/kenaikan pada 2023, besaran kenaikan tarif diperkirkaan minimal mengikuti laju inflasi,” imbuhnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan kondisi industri ritel saat ini sudah lebih baik, dan tahun ini para pengusaha diprediksi lebih bergairah untuk melakukan ekspansi usaha.
“Saat awal pandemi, tak banyak jumlah perusahaan ritel yang ekspansi bisnis atau membuka gerai baru. Mereka lebih fokus efisiensi karena ada kebijakan PPKM yang menyebabkan kegiatan belanja berkurang. Namun sekarang peritel yang ekspansi sudah tumbuh dua kali lipat,” ujarnya.
Menurutnya, tahun ini pemerintah perlu melanjutkan kebijakan moneter dan fiskal yang diharapkan membantu pertumbuhan kinerja industri ritel. Salah satu kebijakan yang perlu dilanjutkan adalah pemberian bantuan sosial (bansos) maupun subisdi upah kepada masyarakat menengah ke bawah mengingat ancaman resesi global kian nyata.
“Pemerintah pelu hadir untuk menjaga daya beli masyarakat menengah bawah. Sedangkan masyarakat kelas hanya perlu diberikan keyakinan bahwa pemerintah telah menjalankan fungsi menjaga perekonomian nasional,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jatim, Sutandi Purnomosidi menambahkan, di tengah ancaman resesi global 2023, pengusaha mal dan ritel masih memasang target optimistis seiring dengan besarnya potensi pasar dalam negeri sendiri di tahun ini.
“Saya melihat sampai hari ini mal-mal masih ramai, bahkan seperti ritel untuk barang sekunder juga mencatatkan pertumbuhan penjualan yang luar biasa dan malah banyak yang ekspansi, menambah cabang-cabang, apalagi untuk ritel kuliner,” ujarnya.