Bisnis.com, SURABAYA — Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur mendorong eksportir maupun pemerintah untuk memacu kinerja ekspor barang kebutuhan pokok atau primer hingga memperluas pasar-pasar non tradisional di tengah ketidakpastian ekonomi global tahun depan.
Ketua GPEI Jatim, Isdarmawan Asrikan mengatakan kinerja ekspor Jatim tahun ini memang telah mengalami pertumbuhan dibandingkan kondisi 2021, tetapi secara month to month (mtm) dalam beberapa bulan terakhir ini sudah menunjukkan tren penurunan.
“Ekspor kita tahun ini realtif ada kenaikan kalau dibandingkan dengan tahun lalu, tetapi memang sudah terlihat ada penurunan setiap bulannya. Begitu juga tahun depan diprediksi akan ada perlambatan ekspor, tetapi kita harus mencari cela agar devisa tidak tergerus,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (22/11/2022).
Menurut Isdarmawan, produk yang masih memiliki potensi ekspor tahun depan yakni produk primer atau kebutuhan pokok seperti makanan, minuman atau hasil-hasil pertanian/perkebunan. Sedangkan untuk barang skunder diperkirakan sulit untuk dipacu.
“Barang kebutuhan primer itu harus dipacu, kalau barang sekunder mungkin akan ada beberapa pertimbangan dari pangsa pasarnya. Makanya kita selalu menekankan kepada pemerintah agar penanganan di hulu ditingkatkan, bagaimana meningkatkan produktivitas, jangan sampai bergantung pada bahan baku impor,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, eksportir perlu menggali peluang ekspor di negara-negara non tradisional yang mungkin tidak terlalu terpengaruh oleh ekonomi global misalnya seperti Timur Tengah dan Afrika.
Baca Juga
“Memang ada beberapa negara yang terpengaruh ekonomi global sperti Eropa, tapi kita perlu membidik pasar baru yang non tradisional, termasuk di Asia sendiri masih punya potensi, ada juga Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan dan Malaysia yang banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) nya, itu bisa kita bidik,” jelasnya.
Isdarmawan menambahkan, pengusaha pun juga mendorong agar pemerintah membatasi impor barang terutama yang dapat menggangu kinerja produk UMKM agar di saat kinerja ekspor melambat, devisa negara tidak tergerus.
“Yang kita lihat, impor masih banyak dari China misalnya produk-produk yang sudah bisa diproduksi sendiri oleh UMKM seperti pisau, pacul, dan lainnya. Ini harus dibatasi,” imbuhnya.
Deputi Kepala Bank Indonesia Jatim, Rizki E. Wimanda mengatakan memang kondisi ekonomi global tidak sedang baik-baik. IMF juga sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia 2022 hingga 2023 terus melambat.
“Industri pengolahan yang berorientasi ekspor pun bisa tertekan dan sedikit mengalami perlambatan karena menurunnya permintaan pasar luar negeri yang terdampak ketidakpastian global dan resesi,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat, kinerja ekspor non migas Jatim pada Oktober 2022 tercatat mencapai US$1,81 miliar naik 1,18 persen dibandingkan Oktober 2021 yakni US$1,79 miliar. Namun jika dibandingkan dengan ekspor pada September 2022, ekspor Oktober ini turun -4,99 persen.
Kepala BPS Jatim, Dadang Hardiwan menjelaskan ekspor non migas secara month to month (mtm) di sektor pertanian, industri pengolahan maupun sektor pertambangan dan lainnya mengalami penurunan.
“Begitu juga ekspor Oktober 2022 secara year on year (yoy), seluruh sektor mengalami penurunanan, kecuali industri pengolahan yang masih bisa tumbuh 1,54 persen (yoy),” jelasnya.
Adapun ekspor produk pertanian pada Oktober 2022 tercatat sebesar US$84,81 juta turun -11,86 persen (mtm) dan turun -2,80% (yoy), industri pengolahan tercatat US$1,71 miliar turun -4,46 persen (mtm) dan naik 1,54 persen (yoy), sedangkan sektor pertambangan dan lainya US$5,05 juta turun -40,48 persen (mtm) dan turun -37,16 persen (yoy).
Golongan barang yang mengalami penurunan permintaan pada Oktober 2022 ini adalah produk tembakau dan rokok, bahan kimia organik, tembaga, produk kimia, dan perhiasa/permata. Sedangkan golongan barang yang mengalami peningkatan permintaan yakni lemak, minyak hewan/nabati, pupuk, besi dan baja, produk farmasi, ikan krustasea dan moluska.
Dadang menambahkan, untuk negara tujuan ekspor yang mengalami peningkatan permintaan barang dari Jatim yakni Jepang, India, Pakistan, Spanyol, dan Belanda. Sedangkan negara yang mengalami penurunan permintaan yakni Italia, Liberia, Malaysia, Philipina dan Bangladesh.
“Secara kumulatif dari Januari - Oktober 2022, pangsa pasar ekspor Jatim dikontribusi oleh Amerika Serikat 16,67 persen, Jepang 15,30 persen, China 14,20 persen, disusul Malaysia, Vietnam, India, Korea Selatan, Thailand, Belanda, dan Australia,” imbuhnya.