Bisnis.com, SURABAYA — Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat tren kinerja ekspor nonmigas Jatim pada September 2022 mengalami penurunan 5,44 persen dibandingkan Agustus 2022.
Kepala BPS Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan pada September 2022 tercatat nilai ekspor nonmigas mencapai US$1,91 miliar, sedangkan Agustus 2022 mencapai US$2,02 miliar.
“Meskipun secara month to month (mtm) turun, tetapi secara tahun ke tahun ekspor nonmigas Jatim mengalami peningkatan, bahkan sejak 2020 saat masih pandemi. Hal ini menunjukkan kinerja ekspor kita kembali bangkit saat memasuki 2022,” ujarnya dalam paparan Berita Resmi Statistik (BRS), Senin (17/10/2022).
Jika dibandingkan secara tahun ke tahun, kata Dadang, ekspor non migas pada September 2020 tercatat sebesar US$1,52 miliar, kemudian pada periode sama 2021 tercatat sebesar US$1,89 miliar, dan kini mencapai US$1,91 miliar.
Dia menjelaskan struktur ekspor nonmigas Jatim pada September 2022 disumbang oleh sektor pertanian sebesar US$96,29 juta yang mengalami kenaikan 6,89 persen (mtm) atau naik 8,65 persen (yoy).
“Selanjutnya disumbang oleh sektor industri pengolahan US$1,8 miliar yang turun 6,06 persen (mtm) atau naik 0,38 persen (yoy), serta sektor pertambangan US$8,48 juta naik 3,89 persen (mtm) atau naik 2,85 persen (yoy),” jelasnya.
Baca Juga
Adapun pada periode tersebut terdapat peningkatan permintaan pasar dari sejumlah golongan barang di antaranya bahan kimia organik, gula dan kembang gula, disusul garam, belerang, batu dan semen, buah-buahan, mesin dan perlengkapan listrik.
Sedangkan golongan barang yang mengalami penurunan ekspor yakni tembakau dan rokok, pupuk, kayu dan barang dari kayu, besi dan baja, serta tembaga.
Peningkatan pasar ekspor terjadi di sejumlah negara tujuan seperti Singapura, Uni Emirat Arab, Liberia, Italia, dan Bangladesh. Sementara penurunan pasar ekspor terjadi di Korea Selatan, India, Malaysia, Jepang dan China.
Sepanjang Januari - September 2022, pangsa pasar ekspor Jatim yang terbesar dikontribusi oleh Amerika Serikat 16,75 persen, Jepang 15,29 persen, China 13,98 persen, dan disusul Malaysia, Vietnam, India, Korea Selatan, Thailand, Belanda, serta Australia.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim, Eddy Widjanarko, penurunan ekspor ini disebabkan oleh resesi yang sudah terjadi di AS dan Eropa sehingga pembeli berjaga-jaga agar tidak lebih parah pada tahun depan dengan mengurangi order hingga 20 persen.
“Inflasi yang tinggi ini mengakibatkan mereka semua menahan untuk tidak belanja yang bukan prioritas. Belum lagi setiap saat ada berita winter ini tidak ada energi/gas yang cukup sehingga semua menyimpan dana untuk antisipasi,” ujarnya.
Sementara Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan pengusaha optimistis kinerja ekspor Jatim akan terus meningkat sampai akhir tahun dibandingkan situasi dua tahun sebelumnya. Optimisme itu sejalan dengan upaya kolaborasi pemerintah dan pengusaha yang terus memacu perdagangan internasional melalui berbagai cara.
“Seperti mendirikan Export Surabaya Center (ESC) bersama Disperindag Jatim, dan juga memfasilitasi sertifikasi kurator produk UMKM agar produk UMKM bisa masuk ke pasar ekspor,” katanya.
Selain itu, sepanjang tahun ini juga banyak gelaran pameran yang bertujuan untuk memacu perdagangan baik di pasar domestik maupun internasional, seperti ajang Jatim Fair 2022 pada 7 Oktober lalu, dan rencanannya akan ada gelaran Inapro Expo 2022.