Bisnis.com, MALANG — Pemkot Malang segera menyusun Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan telah diundangkannya UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau HKPD.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Malang, Handi Priyanto, mengatakan adanya Perda tersebut penting karena menjadi dasar utama untuk pemungutan pajak maupun retribusi daerah
“Dengan adanya UU HKPD, maka yang segera kami lakukan penyusunan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ujarnya di Malang, Rabu (6/4/2022).
Tahap berikutnya, Kabid Peningkatan Potensi PAD Bapenda Kota Malang, Dwi Cahyo, menambahkan, intensifikasi dan ekstensifikasi, pemutakhiran data objek pajak maupun retribusi, penguatan sistem layanan berbasis IT, sinkronisasi dan kerja sama dengan berbagai instansi terkait, memperluas open payment, sehingga memudahkan WP untuk lapor dan membayar.
Juga, memberikan sosialisasi secara berkesinambungan, gebyar sadar pajak, gathering wajib pajak, dan pembangunan integrasi sistem.
Di UU HKPD, kata dia, ada amanat menyatukan Perda Pajak dan Retribusi, ada tambahan jenis pajak di opsen PKB sama opsen (tambahan pajak) BBNKB, ada jenis baru pajak barang dan jasa tertentu, namun arahnya tetap dengan intensifikasi dan ekstensifikasi dengan optimalisasi pendataan, kerja sama dengan organisasi perangkat daerah dan instansi lain.
Baca Juga
Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai pemerintah pusat dalam mewujudkan grand design desentralisasi fiskal menerbitkan UU HKPD dengan tujuan memperkuat kemandirian fiskal daerah melalui penguatan sumber-sumber PAD.
Sejauh ini, kata dia, tujuan desentralisasi fiskal masih jauh dari harapan. Sebagai contoh selama 5 tahun terakhir rata-rata kontribusi PAD terhadap total pendapatan pada 38 kab/kota di Jawa Timur hanya pada kisaran 10-11 persen.
Dia mencontohkan, dengan merujuk data bagi hasil PKB dan BBNKB Kota Malang 2021, maka penerapan opsen akan memberikan tambahan PAD minimal sekitar Rp60 miliar dan diproyeksikan lebih tinggi karena terjadi pertambahan kendaraan bermotor setiap tahunnya.
“Namun, penerapaan opsen ini masih membutuhkan aturan teknis yang lebih implementatif, skema tarif opsen dalam UU HKPD dinilai masih multitafsir,” ucapnya.(K24)