Bisnis.com, SURABAYA - Ekonomi digital di Indonesia pada 2025 mendatang diperkirakan bakal memiliki Gross Merchandise Value (GMV) mencapai US$146 miliar atau meningkat dibandingkan 2021 yang tercatat US$70 miliar.
Master Trainer Google Indonesia, Abdul Hamid Hasan, memaparkan menurut riset SEA eConomy yang dibuat Google, Temasek, dan Bain ditemukan bahwa ekonomi digital di Indonesia memiliki pertumbuhan yang kuat di semua sektor ekonomi digital pada 2021
“Pada 2021, GMV ekonomi internet kita tercatat mencapai US$47 miliar atau meningkat sebesar 49 persen dibandingkan 2020 yang hanya US$47 miliar, kemudian pada 2025 akan terjadi eksponensial dari kurva pertumbuhannya yakni tumbuh 20 persen atau mencapai US$146 miliar,” ujarnya dalam virtual Seminar Digital Payment - Bank Indonesia Jatim, Jumat (25/2/2022).
Dia mengatakan dalam ekonomi digital itu, semua sektor akan mengalami pertumbuhan lebih dari dua digit terutama pada platform e-commerce yang akan menjadi pendorong utama.
“GMV pada sektor e-commerce di 2025 akan mencapai US$104 miliar naik 18 persen. Jika melihat 2020, nilainya hanya US$35 miliar, dan pada 2021 terjadi lonjakan 52 persen atau mencapai US$53 miliar,” jelasnya.
Peningkatan nilai ekonomi digital yang sangat tinggi ini dipicu oleh keadaan adanya pandemi Covid-19 yang memaksa semua sektor untuk masuk dalam sistem digital termasuk dalam hal berbelanja.
Baca Juga
Sementara ekonomi digital di sektor agen perjalanan nantinya diperkirakan akan mencapai US$9,7 miliar atau naik 30 persen pada 2025. Tercatat pada 2020 hanya mencapai US$2,6 miliar, dan pada 2021 mencapai US$3,4 miliar atau 29 persen (yoy).
Begitu juga dengan sektor layanan transportasi dan antar makanan pada 2025 diperkirakan akan mencapai US$16,8 miliar pada 2025 atau naik 25 persen. Tercatat pada 2020 hanya mencapai US$5,1 miliar, dan pada 2021 mencapai US$6,9 miliar atau naik 36 persen (yoy).
“Sedangkan media online pada 2025 diperkirakan akan mencapai US$15,8 miliar atau naik 26 persen. Padahal 2020 hanya mencapia US$4,3 miliar, dan pada 2021 tumbuh 48 persen atau mencapai US$6,4 miliar,” jelasnya.
Hamid mengatakan peningkatan GMV itu sejalan dengan hasil riset yang dilakukan Google terhadap 3.000 pedagang digital yang memiliki usaha dengan jumlah karyawa kurang dari 100 orang.
“Dari survei itu terlihat 35 persen orang percaya bahwa mereka terbantu sekali adanya platform pembayaran digital, karena mereka yang tidak mau berpindah dan menambah payment digital mereka akan kesulitan, apalagi pada saat pandemi ada pembatasan atau penyekatan jalan,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Hamid, 28 persen penjualan digital menyatakan mereka tidak akan bertahan selama pandemi jika bukan karena ada platform digital, sehingga 90 persen orang sekarang menerima pembayaran digital.
“Bahkan untuk tukang potong rambut pun sekarang sudah siapkan QR di depan tokonya karena layanan keuangan digital adalah enabler penting. Awalnya mereka takut uangnya tidak masuk rekening, lalu bingung bagaimana cara ambil uang hasil penjualannya,” paparnya.
Selain itu, mayoritas merchant akan terus melanjutkan layanan digital meskipun pandemi telah usai. Sehingga dalam 5 tahun depan, 82 persen pedagang mengantisipasi di atas 50 persen penjualannya akan bersumber dari online dengan cara menyiapkan berbagai sistemnya.