Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Ekspor Mebel Jatim Diyakini Tinggi Sepanjang 4 Tahun ke Depan

Pandemi ini diperkirakan masih akan berlanjut dan pola bekerja dari rumah juga masih akan tetap dipertahankan.
Ilustrasi./Antara-Mansyur S
Ilustrasi./Antara-Mansyur S

Bisnis.com, SURABAYA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jawa Timur meyakini tren permintaan pasar mebel dalam 3 - 4 tahun ke depan masih tinggi terutama untuk pasar ekspor.

Wakil Ketua HIMKI Jatim, Budianto Budi, mengatakan di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2020 ternyata menunjukkan tren pasar yang positif lantaran adanya pergeseran pola hidup masyarakat salah satunya bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

“Awal merebaknya Covid-19, permintaan sempat terhenti karena banyak toko yang memutuskan untuk tutup, dan meminta eksportir Indonesia tidak mengirimkan barangnya dulu. Namun setelah beberapa minggu dilakukan evaluasi, ternyata penjualan justru semakin meningkat,” ujarnya, Rabu (16/2/2022).

Dia menjelaskan adanya peningkatan kebutuhan mebel dan furnitur ini disebabkan banyak orang yang bekerja dari rumah bahkan di Amerika Serikat (AS) ada tren untuk memilih pindah ke pinggiran kota di rumah yang lebih luas  dengan dilengkapi berbagai jenis mebel.

“Karena tren itu, tentu mereka butuh furnitur, sehingga dampaknya kinerja ekspor kita tetap tumbuh signifikan di atas 20 persen,” katanya.

Secara nasional, kata Budianto, ekspor mebel tahun lalu tercatat mencapai US$2,25 miliar, dengan kontribusi mebel Jatim sebanyak 60 persen. Diharapkan kinerja ekspor mebel ke depan bisa menembus angka US$5 miliar pada 2025 mendatang. Sementara, di pasar domestik, dalam dua tahun terakhir ini masih cenderung stagnan dan pasar lokal pun lebih banyak diiisi oleh pemain tradisional atau UMKM.

“Pandemi ini diperkirakan masih akan berlanjut dan pola bekerja dari rumah juga masih akan tetap dipertahankan, karena itu kami optimististis 3 - 4 tahun ke depan pasar tidak akan turun,” imbuhnya.

Selain faktor pandemi, lanjut Budianto, adanya perang dagang antara China dan AS yang masih berlanjut juga akan mempengaruhi potensi ekspor mebel Indonesia. Selama ini, ekspor mebel dan funitur dari China ke AS mencapai US$50 miliar. 

Namun akibat perang dagang ini, nilai ekspor mebel China ke AS hanya tinggal US$9 miliar sebab barang-barang dari China dikenai bea masuk oleh AS yang cukup tinggi yakni mencapai 25 persen.

“Harusnya ini menjadi kesempatan kita, tapi sayangnya peluang ini belum mampu dimanfaatkan secara optimal oleh pengusaha Indonesia, salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya daya saing industri furnitur di sini, bahkan untuk bahan baku impor saja masih tinggi sedangkan peraturan impor dan lainnya masih rumit,” jelasnya.

Budianto melanjutkan, kendala lain yang juga masih menjadi tantangan berat eksportir adalah adanya kelangkaan kontainer yang masih berlanjut hingga saat ini. Untuk itu, pengusaha pun berupaya menyiasatinya dengan berbagai cara termasuk menggunakan kontainer berpendingin yang seharusnya untuk sayur dan buah.

“Saat ini kita juga masih punya pesaing utama yakni dengan Vietnam. Namun kita punya keunggulan sendiri di antaranya suplai kayu yang sangat mudah dan murah serta tenaga kerja yang terampil khususnya untuk detail mebel yang rumit,” imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper