Bisnis.com, MALANG — Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jatim II berhasil menghimpun cukai sebesar Rp51,3 triliun pada posisi Minggu (19/12/2021) atau 104,72 persen dari target penerimaan sebesar Rp48,6 triliun.
Kepala Kanwil DJBC Jatim II, Oentarto Wibowo, mengatakan dari total penerimaan yang berhasil dikumpulkan, 97,78 persen di antaranya merupakan penerimaan dari cukai hasil tembakau, etil alkohol maupun minuman mengandung etil alkohol.
“Sampai akhir tahun, kami prediksikan penerimaan cukai bisa menembus Rp55,64 triliun, sedangkan berdasarkan perhitungan, penerimaan pada 2022 bisa mencapai Rp54 triliun, namun target resminya menunggu penetapan dari pusat,” katanya pada Media Briefing 2021 secara hybrid di Malang, Selasa (21/12/2021).
Terkait perkiraan penerimaan cukai 2022, kata dia, penaikan tarif cukai rokok tidak bisa dielakkan dengan memperhatikan berbagai aspek dan menyerap aspirasi dari berbagai stakeholders. Namun, ancaman penerimaan cukai pada 2022 justru pada peredaran rokok ilegal. Naiknya harga rokok, berpeluang dimanfaatkan orang untuk memproduksi dan menjual rokok ilegal.
Oleh karena itulah, dia menegaskan, Kanwil DJBC Jatim II terus akan menggencarkan operasi penindakan rokok ilegal, meneruskan tren penindakan pada 2021.
Selama 021 Kanwil DJBC Jatim II telah melaksanakan penindakan dengan Surat Bukti Penindakan (SBP) yang terbit sebanyak 941 SBP dan terdiri atas 742 SBP untuk penindakan terkait Barang Kena Cukai (BKC) serta 199 SBP untuk penindakan non-BKC. Penindakan tersebut berhasil mengamankan potensi kerugian negara sebesar Rp15.148.834.175,00 dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp33.379.593.671,00.
Baca Juga
Untuk tren penindakan BKC, sampai tanggal 19 Desember 2021 Kanwil BC Jatim II berhasil mengamankan 31.395.904 batang rokok, 121.390 gram tembakau iris (TIS), 0.73 Liter Liquid Vape (HPTL), dan 2.375.66 liter MMEA (miras).
Selama periode 16 Agustus 2021 hingga 9 Oktober 2021 Kanwil BC Jatim II telah melakukan tindakan represif berupa Operasi Gempur Rokok Ilegal dan berhasil mengamankan 6.581.217 batang rokok illegal dan 574,35 liter MMEA dengan potensi kerugian negara Rp2.855.334.957,00 dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp2.946.350.189,00.
“Tapi terkait keluhan pengusaha rokok, kami siap menampung aspirasi mereka untuk diteruskan ke pusat,” ucapnya.
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto, juga menilai penaikan tarif cukai 2022 rerata sebesar 12 persen menjelang akhir tahun memunculkan ketidakpastian usaha karena karena penetapannya mepet dengan mulai berlaku efektifnya sehingga menjadikan perusahaan rokok sulit untuk meresponnya, yakni menyiapkan strategi perusahaan agar tetap eksis.
“Kalau rentang waktu yang mepet antara penetapan dan pemberlakuan tarif cukai yang baru, maka jelas PR kebingungan untuk melakukan strategi usaha menyelaraskan dengan pemberlakuan cukai yang baru. Ini jelas menciptakan ketidakpastian usaha,” ujarnya.
Padahal, dia melanjutkan, kepastian usaha merupakan hal penting yang menjadi pedoman bagi perusahaan untuk melakukan strategi usaha. Tanpa ada kepastian usaha, maka iklim investasi menjadi tidak menarik bagi investor.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB), Joko Budi Santoso, menilai kebijakan penaikan tarif cukai yang diumumkan menjelang akhir tahun memiliki kelemahan, salah satunya tidak memberikan kepastian dalam perencanaan bisnis pelaku industri hasil tembakau atau IHT ke depan.
Terkait kebijakan cukai dan IHT, dia mengusulkan, perlu ditetapkan berdasarkan “rembug bareng” yang intensif.(K24)