Bisnis.com, MALANG - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai penyelesaian Sertifikat Ijo Surabaya mendesak untuk memastikan ketersediaan dan kepastian ruang hidup yang adil bagi rakyat.
Wakil Ketua BPKN, M Mufti Mubarok, mengatakan dibutuhkan solusi dalam penyelesaian Sertifikat Ijo di Surabaya.
Pernyataannya itu disampaikan pada diskusi bersama BPKN dengan Kementerian ATR/BPN serta Instansi Pemerintah lainnya dalam forum Indonesia Consumer Protection Club dengan tema Negara Harus Hadir Penyelesaian Sertifikat Ijo, Rabu (13/10/2021).
Surat ijo/sertifikat ijo adalah istilah surat tanah yang hanya beredar dan berlaku di Kota Surabaya. Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin yang diterbitkan Pemerintah Kota atas pemakaian tanah aset pemerintah.
Solusi dalam penyelesaian Sertifikat Ijo di Surabaya a.l perlunya Perubahan Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya.
Perlu juga Perubahan Perda Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2016 tentang Izin Pemakaian Tanah. Perlunya keterlibatan dan koordinasi antara Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Kota Surabaya.
Baca Juga
Dibutuhkan pula Instruksi Presiden dalam penyelesaian sebagai payung hukum koordinasi lintas kementerian/lembaga, Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kota Surabaya.
“Dalam hal pelepasan hak atas tanah yang dikuasai Negara kepada masyarakat, sudah terdapat beberapa contoh terbaik yang solusinya win-win solution, di antaranya di Kota Bandung, Kota Makassar, serta Provinsi DKI Jakarta,” jelasnya melalui rilis, Rabu (13/10/2021).
Selain itu terdapat diskresi khusus yang diberikan negara/pemerintah, misalnya kepada masyarakat tidak mampu, pensiunan, badan hukum yang bergerak pada bidang keagamaan dan sosial.
Ketua Komisi Advokasi BPKN-RI, Rolas Budiman Sitinjak, menambahkan BPKN akan konsisten dalam memberikan segala upaya mengenai permasalahan perlindungan Konsumen di Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk mewujudkan pelaku usaha yang bermartabat dan Konsumen yang cerdas dalam suatu transaksi barang dan/atau jasa.
Secara historis, tanah tersebut merupakan lahan rumah untuk karyawan di zaman Belanda. Akan tetapi seiring waktu, berdasarkan peta tanah, terjadi kepemilikan tanah yang tidak jelas sehingga Pemerintah Kota menyatakannya sebagai tanah hak pengelolaan lahan (HPL). Lahan yang memiliki sertifikat hijau sangat luas di Surabaya, kira-kira ada sekitar 1.200 hektare dan tersebar di 23 Kecamatan.
Rolas juga menyampaikan sepanjang permasalahan tanah surat ijo (IPT) bertentangan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang mengakibatkan kerugian hak konsumen dan/atau pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya, maka BPKN-RI akan hadir dalam berupaya memfasilitasi permasalahan tersebut untuk menemukan solusi dengan seluruh pihak yang memiliki kewenangan.(K24)