Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembang Jatim Minta Perizinan Properti Disederhanakan

Dalam praktiknya banyak kendala yang ditemui dalam melakukan proses perizinan. Sementara, pengusaha membutuhkan kepastian dan perputaran cashflow yang bagus terutama di saat pandemi seperti sekarang.
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan perumahan subsidi di Kabubaten Bogor, Jawa Barat , Selasa (5/10/2021).Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, berdasarkan data per 30 September 2021, capaian Program Sejuta Rumah pada tahun ini tercatat telah menembus angka 763.127 unit rumah di seluruh wilayah Indonesia./Antara-Yulius Satria Wijaya.
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan perumahan subsidi di Kabubaten Bogor, Jawa Barat , Selasa (5/10/2021).Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, berdasarkan data per 30 September 2021, capaian Program Sejuta Rumah pada tahun ini tercatat telah menembus angka 763.127 unit rumah di seluruh wilayah Indonesia./Antara-Yulius Satria Wijaya.

Bisnis.com, SURABAYA — Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) DPP Jawa Timur meminta pemerintah agar melakukan diskresi terhadap UU Cipta Kerja di sektor properti yakni peraturan turunannya terutama yang berkaitan dengan masalah perizinan yang menghambat investasi.

Sekretaris DPD REI Jatim, Andi Rahmean Pohan, mengatakan pengusaha awalnya menyambut baik adanya UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan pelaksana lainnya dalam upaya mempermudah proses izin mendukung investasi termasuk sektor perumahan.

“Namun dalam perkembangannya, aturan turunan di bawahnya dan kesiapan infrastruktur dari pemkab/pemkot ternyata masih jauh dari harapan kami selaku pengusaha dan investasi bidang perumahan,” katanya, Jumat (8/10/2021).

Dia mengatakan dalam praktiknya banyak kendala yang ditemui dalam melakukan proses perizinan. Sementara, pengusaha membutuhkan kepastian dan perputaran cashflow yang bagus terutama di saat pandemi seperti sekarang.

“Untuk itu, kami berharap pemerintah pusat mengeluarkan satu diskresi agar perizinan di daerah tidak macet, sehingga roda pengusaha yang di bawah ini bisa tetap berjalan karena banyak hambatan dalam pelaksanaannya yang mungkin disebabkan sosialisasi yang belum sempurna dan mungkin aplikasi masih mengalami trial and error,” ujarnya.

Menurutnya, dengan terhambatnya proses perizinan maka pembangunan properti bisa stagnan. Bahkan sebelumnya sempat terjun bebas akibat dampak pandemi. Namun saat ini PPKM sudah diperlonggar dan pasar mulai bergeliat, tetapi terhambat perizinan.

Wakil Ketua REI Jatim Bidang Perizianan, Hasbi A Rahman menjelaskan dalam UU Cipta Karya dan aturan turunanya di sektor properti banyak hal yang berubah. Sebelumnya dalam membangun properti izin yang diperlukan adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tetapi kini berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

“Nah retribusi PBG di seluruh pemda ini belum ada karena belum ada perda-nya, dan mereka tidak ada yang menerbitkan PBG karena karena harus membuat perda dan itu butuh waktu lama, apalagi akhir tahun seperti ini. Sementara IMB sudah tidak digunakan mulai 2 Agustus karena yang digunakan sekarang adalah PBG. Dampaknya, teman-teman yang bangun rumah sejahtera tapak tidak bisa realisasi serah terima kunci,” jelasnya.

Selain itu, dalam Online Single Submmision (OSS) Risk Based Approach (RBA) saat ini tidak terdapat pilihan untuk memilih sub-bidang properti. Dalam OSS RBA tersebut tidak terdapat Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang lebih lengkap di sektor properti seperti rumah, rumah susun, ruko, pusat perbelanjaan, hotel, office building, superblok dan lainnya.

“Dalam OSS RBA ini hanya ada 2 sub-bidang properti yakni perizinan usaha untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil bagi Penanaman Modal Asing (PMA), dan perizinan pusat perbelanjaan. Padahal properti itu banyak jenisnya dan perlu ada klasifikasi jenis properti berdasarkan risikonya, jadi KBLI ini diubah tapi tidak nyambung,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, dalam aturan PP No.5/2021 tentang lingkungan hidup juga cukup menyulitkan sebab pengembang yang tanahnya di atas 1 hektare yang dulu wajib hanya memiliki UKL/UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup), kini harus ada analisis dampak lingkungan (amdal) dan pertek limbah.

“Nah sedangkan perumahan itu kalau ukurannya rumah hanya 35 - 45 m2 kan limbahnya hanya limbah cucian dan kotoran manusia, tetapi diwajibkan amdal. Setahu saya amdal untuk yang di atas 3.000 m2. Ini REI sudah mendapat banyak keluhan dari pengembang seluruh Jatim,” ujarnya.

Hasbi menambahkan, dengan kondisi saat ini perlu ada penyesuaian peraturan di daerah sebab peraturan dalam UU Cipta Kerja bersifat baru agar investasi tidak macet sebab industri properti menjadi penggerak ekonomi karena diikuti sekitar 174 industri ikutan serta 350 jenis UMKM.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper