Bisnis.com, SURABAYA - Faktor kenaikan harga pakan jagung bagi usaha peternakan ayam sudah bukan menjadi hal yang baru dalam problematika para peternak di Indonesia, termasuk di Jawa Timur.
Kenaikan harga jagung yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga telur ini membuat para peternak merugi. Bahkan kondisi kerugian mencapai Rp6.000 - Rp7.000/kg yang dialami para peternak ini sudah terjadi selama 11 bulan terakhir.
Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar, Rofi Yasifun, mengatakan harga telur saat ini jauh di bawah acuan Permendag No.7 Tahun 2020. Posisi harga di on farm atau di tingkat peternak Blitar sekitar Rp13.000 - Rp14.000/kg.
“Sementara harga jagung untuk pakan saat ini di Blitar Rp5.800 - Rp6.200/kg atau secara rata-rata di Jatim mencapai Rp7.000/kg. Sedangkan pakan yang diberikan untuk ayam ini sebesar 50 persen ya pakai jagung,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (22/9/2021).
Seharusnya, lanjut Rofi, harga patokan peternak (HPP) yakni Rp22.750 - Rp23.750/kg. Namun yang terjadi harganya masih sangat rendah yakni Rp13.000 - Rp14.000/kg.
Data di Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembagan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) Jatim per 22 September 2021 tercatat harga telur di pasar saat ini rerata hanya Rp18.155/kg, harga tertinggi terjadi di Gresik Rp20.000/kg, dan harga terendah di Nganjuk, Kediri dan Bondowoso yakni Rp17.000/kg. Harga telur ayam tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan Agustus yang rerata Rp23.000/kg.
Baca Juga
“Tentunya dengan harga di pasar sebesar itu, dan harga pakan yang mahal, peternak sudah 11 bulan ini merugi, dan 2 bulan terakhir ini adalah puncaknya,” imbuhnya.
Rofi mengungkapkan setiap hari stok telur di peternak selalu habis. Namun hal itu tidak serta merta mampu mengerek harga di pasar. Dia memperkirakan hal ini salah satunya dipicu oleh kondisi pasar yang belum membaik akibat dampak pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.
“Telur kami setiap hari habis terjual, paling ada stok untuk 1 - 3 hari saja. Analisis saya, ada suplai yang lebih, atau demand yang turun karena imbas PPKM. Sementara daya tawar peternak itu lemah, karena sudah kehabisan finansial, mereka harus segera beli makan untuk besoknya,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Rofi, diperkirakan bantuan sosial non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) juga belum cair mulai akhir Juli lalu hingga saat ini. Bansos yang dirapel tersebut dinilai membuat demand pasar tidak stabil.
“Kemudian ada share harga di media sosial oleh oknum yang ikut memperkeruh harga dan selalu ditekan oleh para pedagang. Seperti di Facebook banyak beredar info harga telur sangat murah setiap jam 7 pagi, padahal harga telur terbentuk di jam 13.00 - 14.00,” jelasnya.
Rofi menambahkan, saat ini juga masih ada dugaan adanya telur tetas breeding yang gagal menetas atau telur infertil merembes di pasaran.
Meski begitu, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk memberikan jagung kepada para peternak dengan harga Rp4.500/kg. Untuk wilayah Blitar sendiri diperkirakan akan mendapat suplai 350 ton jagung.
“Kemarin jagung dengan harga Rp4.500/kg sudah mulai berdatangan. Sebetulnya waktu lalu juga ada program subsidi harga jagung dari Kementan sebanyak 1.000 ton tetapi itu dibagi untuk 3 daerah, yakni Blitar, Kendal dan Lampung, dengan jumlah segitu, masih sangat kurang,” katanya.
Para peternak ayam petelur pun berharap agar ada intervensi pemerintah daerah maupun BUMN pangan di saat harga jagung mahal, misalnya seperti mengadakan operasi pasar agar stok telur dapat terserap pasar dengan optimal.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Drajat Irawan mengatakan harga telur saat ini memang sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat yang turun akibat PPKM.
“Permintaan pasar memang turun akibat berkurangnya aktivitas, kan kegiatan di restoran, kafe, warung makan, kandin ini kan ada pembatasan. Selain itu, juga dipengaruhi oleh harga pakan jagung yang naik,” ujarnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Dadang Hardiwan menyebutkan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) Peternakan pada Agustus 2021 mengalami penurunan -1,59 persen, dari 101,44 menjadi 99,82.
“Untuk indeks harga yang diterima petani untuk komoditas telur ayam ras pada Agustus juga mengalami penurunan -0,60 persen,” katanya.