Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyuwangi dan Bangli Kerja Sama Perdagangan Komoditas Pangan

Banyuwangi yang surplus beras menjual beras ke Bangli yang mengalami defisit, sedangkan Bangli surplus telur dan Banyuwangi defisit telur.
Kepala Perwakilan BI Jember Hestu Wibowo (dua dari kiri) bersama Ekonom Ahli Perwakilan BI Provinsi Bali Donny H. Heatubun (paling kiri), Wakil Bupati Bangli I Wayan Diar (dua dari kanan) dan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandari Azwar Anas (paling kanan) menunjukkan produk pertanian Banyuwangi di Banyuwangi, Minggu (6/6/2021)./Bisnis-Choirul Anam
Kepala Perwakilan BI Jember Hestu Wibowo (dua dari kiri) bersama Ekonom Ahli Perwakilan BI Provinsi Bali Donny H. Heatubun (paling kiri), Wakil Bupati Bangli I Wayan Diar (dua dari kanan) dan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandari Azwar Anas (paling kanan) menunjukkan produk pertanian Banyuwangi di Banyuwangi, Minggu (6/6/2021)./Bisnis-Choirul Anam

Bisnis.com, BANYUWANGI - Kabupaten Banyuwangi, Jatim dan Kab. Bangli, Bali, bekerja sama perdagangan komoditas pangan dengan difasilitasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.

Kepala Perwakilan BI Jember Hestu Wibowo mengatakan kerja sama antara dua daerah tersebut di bidang perdagangan komoditas pangan penting untuk menjaga stabilitas harga sehingga inflasi dapat terjaga dengan baik.

"Dalam kerja sama itu, Kab. Banyuwangi menjual beras, sedangkan Bangli menjual telur ke Banyuwangi," katanya di sela- sela Penandatanganan MoU Kab. Banyuwangi, Jatim dengan Kab. Bangli, Bali di bidang perdagangan komoditas pangan di Banyuwangi, Minggu (6/6/2021).

Banyuwangi yang surplus beras menjual beras ke Bangli yang mengalami defisit, sedangkan Bangli surplus telur dan Banyuwangi defisit telur. Dengan adanya bahan kebutuhan bahan makanan dari daerah yang surplus, maka harga komoditas tersebut bisa menjadi stabil pada daerah yang membutuhkan karena pasokannya banyak.

Di sisi lain, pada daerah surplus bahan makanan tidak terjadi penurunan harga secara drastis karena stok yang berlimpah. Penurunan harga yang signifikan bisa berakibat negatif bagi upaya meningkatkan produksi sehingga dikhawatirkan mengganggu ketahanan pangan jika petani maupun peternak enggan meningkatkan produksi pertanian maupun peternakan mereka.

Ekonom Ahli Perwakilan BI Provinsi Bali Donny H. Heatubun menambahkan terjadinya inflasi sebenarnya terjadi karena faktor ketersediaan barang dan jasa, distribusi, keterjangkauan, dan komunikasi.

"Jika masalah-masalah tersebut dapat diatasi, maka inflasi bisa ditekan. Misalnya ada masalah pasokan komoditas tertentu, dengan adanya komunikasi yang baik dari daerah yang surplus untuk dapat memasoknya, maka masalah itu sudah dapat diselesaikan," ucapnya.

Kabag Perekonomian Kab. Bangli Dwi Wahyuni mengatakan daerah tersebut mengalami surplus sebanyak 20.000 ton/tahun. Produksi telur Bangli mencapai 35.000 ton/tahun, namun kebutuhan konsumsinya hanya 15.000 ton/tahun.

Oleh karena itulah, Bangli mampu memenuhi kebutuhan sebagian telur se Bali bahkan Lombok. Namun untuk beras, kekurangan 2.000 ton/tahun.

Wakil Bupati Bangli I Wayan Diar mengatakan 45 persen kebutuhan telur di Provinsi Bali mampu dipenuhi Bangli. Tapi untuk beras memang masih defisit. Terkait implementasi dari kerja sama Bangli dengan Banyuwangi tersebut, dia berharap, segera dapat terealiasi. Segera ada langkah konkret.

Hestu menilai, meski perdagangan sebenarnya sudah dilaksanakan antarpengusaha dua daerah secara riil sudah dilaksanakan, namun kerja sama dua daerah penting untuk menjaga keberlangsungan dan perlindungan.

"Peran pemda dalam kerja sama itu penting karena pertimbangannya bisa luas dan menyeluruh untuk kepentingan daerah, bukan hanya kepentingan pengusaha saja," katanya.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandari Azwar Anas menegaskan kerja sama dua daerah itu penting karena ada kepastian bahwa komoditas pangan dari daerah tersebut terserap pasar dengan harga yang wajar.

Dia meyakinkan, di Kab. Banyuwangi, pada 2020 produksi padi mencapai 804.014 ton, sedangkan konsumsi 531.195 ton sehingga surplus 276.805 ton. Target luas tanam 2019, 119.000 hektare, sedangkan realisasinya 121.000 hektare. Produksi jagung 221.002 ton dan kopi 5.586,6 ton.

"Yang juga surplus, produk holtikultura, yakni sayuran. Sebenarnya juga sudah ada, seperti lewat Surabaya, tapi akan lebih bagus jika ada kerja sama dengan daerah lain," ujarnya.

Hestu Wibowo menegaskan, jika kerja sama antardaerah berjalan baik, maka skema yang sama akan diterapkan di daerah lain di wilayah kerja BI Jember dengan daerah sebagai pembeli maupun pemasok.

"Jadi daerah di wilayah kerja BI Jember yang surplus komoditas tertentu bisa menjual ke daerah lain, begitu pula sebaliknya," ucapnya. (K24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper