Bisnis.com, SURABAYA - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur memastikan kesiapannya untuk memberikan pendampingan, konsultasi maupun sosialisasi regulasi ekspor bagi pelaku industri/usaha kecil menengah (IKM/UKM) yang ingin menembus pasar ke Korea Selatan.
Kepala Disperindag Jatim, Drajat Irawan mengatakan IKM/UKM Jatim saat ini sudah memiliki peluang besar untuk masuk ke pasar Korsel terutama setelah ditandatanganinya perjanjian kemitraan Indonesia - Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) Desember 2020.
“Berlakunya IK-CEPA menjadi peluang besar bagi Jatim untuk meningkatkan neraca perdagangan dengan Korsel, apalagi negara tersebut merupakan salah satu negara utama ekspor kita,” katanya, Kamis (4/2/2021).
Dia mengatakan potensi dari IK-CEPA ini didukung adanya penurunan bahkan penghapusan tarif, ketentuan asal barang, prosedur kepabeanan, fasilitas perdagangan, trade remedies, perdagangan jasa, hingga investasi.
Diketahui dalam IK-CEPA ini, Korsel akan mengeliminasi hingga 95,54 persen pos tarifnya, dan Indonesia mengeliminasi 92,06 persen pos tarifnya.
Sejumlah produk Indonesia yang tarifnya akan dieliminasi oleh Korsel adalah bahan baku minyak pelumas, stearic acid, t-shirts, blockboard, buah-buahan kering dan rumput laut. Sedangkan Indonesia akan mengeliminasi tarif untuk beberapa produk seperti gear box kendaraan, bantalan bola, dan paving, dan perapian atau ubin dinding.
Baca Juga
“Komoditi potensial Jatim yang permintaannya cukup tinggi di Korea Selatan inilah yang harus didorong untuk bisa memenuhi standar produk layak ekspor,” imbuh Drajat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, tren perdagangan Jatim dengan Korsel selama 2016 - 2020 terus membaik meskipun masih defisit. Pada 2017, Jatim tercatat mengalami defisit US$441,12 juta, pada 2018 defisit US$10,08 juta, kemudian pada 2019 dan 2020 mengalami surplus dengan Korsel yakni masing surplus US$79,19 juta dan US$35,88 juta.
Sementara komoditi Jatim yang selama ini diekspor ke Korsel di antaranya seperti sisa dan skrap logam yang digunakan untuk pemulihan logam mulia selain emas dan platina, Monosodium Glutamate (MSG), lembaran kayu lapis selain bambu, kayu tropis, palm fatty acid distillate, tembaga yang dimurnikan untuk katoda dan bagian dari katoda, blockboard, laminboard dan battenboard, sisa skrap tembaga, tembaga pabrikasi untuk sigaret, dan obat, tidak untuk keperluan terapeutik atau profilaktik.
Sebaliknya Jatim kerap mengimpor produk Korsel seperti besi, kapal tanker, propylene copolymers, perahu penyelamat, bagian dari aksesori instrumen musik, tanki bahan bakar tidak dirakit untuk kendaraan bermotor, unit penukar panas yang dioperasikan secara elektrik, paduan aluminium yang tidak ditempa, dan seng tidak ditempa.
Dari sisi investasi Korsel di Jatim, selama 10 tahun terakhir ini setidaknya sudah ada 192 industri yang berdiri dengan total nilai investasi US$1,23 juta, di antaranya seperti Cheil Jedang Indonesia, Miwon Indonesia, Sam Bo, Sewon, Dwi Prima Sentosa, Daewoong Infion, Indoko, Indoko Sejahtera, Seng Dam Jaya Abadi, dan Cort Indonesia. Semua investasi tersebut tersebar di Surabaya, Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik.
Drajat menambahkan dengan adanya peluang peningkatan ekspor tersebut, UKM/IKM Jatim pun diharapkan bisa jeli melihat kondisi pasar dan mampu berkreasi dalam mengembangkan produk yang sesuai permintaan pasar.
“IK-CEPA merupakan platform kerjasama yang memberikan serangkaian keuntungan jika dimanfaatkan dengan tepat. Daya saing dan kesiapan menjadi faktor penentu apakah kita bisa menuai keuntungan atau justru kita hanya menjadi pangsa pasar,” imbuhnya.