Bisnis.com, SURABAYA - Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) memperkirakan kinerja industri mainan bisa tumbuh sampai 20 persen pada kuartal terakhir tahun ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai bergerak positif 5,89 persen di kuartal III/2020 (qtq) pasca pandemi Covid-19.
Ketua Bidang Mainan Kayu APMI, Winata Riangsaputra mengatakan pada kuartal III/2020 sudah mulai tampak ada sedikit peningkatan, terutama penjualan dari distributor yang sudah memiliki sistem penjualan online.
“Peningkatan penjualan yang paling terlihat ada di pasar ekspor, sedangkan untuk pasar domestik, ada yang stagnan, ada juga yang naik misalnya mainan yang bisa interaktif orang banyak,” jelasnya, Jumat (6/11/2020).
Dia menjelaskan, peningkatan permintaan produk mainan interaktif dan edukasi seperti monopoli dan ular tangga ini terjadi utamanya saat banyak orang melakukan work from home (WFH) selama pandemi untuk memanfaatkan waktu bermain bersama keluarga.
Winata menambahkan memang sejauh ini baru pasar ekspor yang mulai bergerak bagus dengan pertumbuhan 15 persen di kuartal III dibandingkan kuartal sebelumnya, tetapi jika dibandingkan kondisi 2019, pasar ekspor kali ini mengalami penurunan 20 persen.
Sedangkan untuk mainan domestik justru kalah bersaing dengan produk impor, pasalnya untuk bahan baku impor saja masih dikenakan bea masuk biji plastik, sebaliknya impor mainan mendapatkan relaksasi PPh 0 persen.
Baca Juga
“Jadi bagaimana industri dalam negeri bisa bersaing dengan produk impor. Awalnya kita berharap pasar domestik bisa membantu, tetapi karena ada relaksasi PPh 0 persen untuk impor mainan, maka industri mainan dalam negeri harus mengoreksi pertumbuhan yakni turun 10 persen,” jelasnya.
Menurutnya, relaksasi PPh 0 persen seharusnya diberlakukan untuk bahan baku industri sehingga tidak mematikan industri dalam negeri sendiri. Selain bahan baku plastik yang dikenakan bea masuk biji plastik, impor bahan baku lain yakni baja yang menjadi komponen spare part mainan pun masih dikenakan dalam barang larangan terbatas (lartas).
“Regulasi SNI mainan juga bisa menjadi celah importir sehingga perlu penyempurnaan,” imbuhnya.