Bisnis.com, SURABAYA - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bertemu dengan pelajar yang terlibat demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja yang diwarnai tindak anarkistis.
Dari 58 pelajar yang 'diceramahi' tersebut ada yang masih berseragam putih merah, pakaian sekolah dasar. Meski sebagian dari mereka terlihat mengenakan seragam putih biru dan putih abu-abu alias sekolah menengah pertama dan atas.
Didampingi orang tua dan guru, para pelajar terlihat tersentuh lubuk hatinya mendengar pesan Risma. Ada yang menangis, adapula yang memeluk erat ibunya. Bisa jadi hati kecil mereka teraduk-aduk pesan emosional yang disampaikan Wali Kota.
"Coba kamu bayangkan, seandainya kalian terluka, babak belur, harus di rumah sakit, itukah hadiah yang akan kalian berikan ke orang tua kalian. [Orang tua] yang telah membersihkan kotoran kalian saat bayi, yang telah menyuapi kalian saat kalian tidak bisa makan," tanya Risma ke para pelajar.
Mengenakan pakaian putih, berkerudung dan bercelana hitam, suara Risma yang jamak diketahui tegas bisa jadi memicu kesadaran siswa. Terlebih selepas demonstrasi ricuh pada Kamis (8/10/2020) yang lampau, para pelajar ini sempat dibawa ke Polrestabes Surabaya.
Risma mengingatkan orang tua memberikan ponsel, pulsa, dengan harapan bisa untuk belajar. "Supaya bisa berhasil, sukses, bisa mengangkat derajat orang tua kalian. Kalian pikir gampang cari uang, tapi semua kalian sia-siakan," tegasnya.
Namun demikian, orang lain yang tidak dikenal berhasil memprovokasi melalui pesan di ponsel. Mengajak demonstrasi. "Sementara orang tua kalian bermimpi bisa sekolah yang bagus, bisa berhasil, bisa sukses," kata Risma.
Risma mengajak para pelajar membayangkan, capaian dalam demonstrasi beserta risikonya, apakah sebanding dan layak sebagai hadiah yang diberikan ke orang tua, yang mengajari jalan saat kalian tidak bisa berjalan.
"Itukah yang kalian berikan. Balasan itukah yang kalian berikan kepada orang tua," kata Risma.
Diketahui demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja terjadi di sejumlah titik di Tanah Air, Kamis (8/10/2020). Aksi yang dimotori buruh, dikuatkan mahasiswa, belakangan diketahui banyak diikuti pelajar alias siswa.
Saat itu, demonstrasi di Kota Pahlawan terpusat di depan Gedung Grahadi, berakhir selepas petang dan diwarnai aksi perusakan sejumlah fasilitas publik. Tempat sampah dibakar, mobil polisi dirusak, fasilitas taman dirusak, dsb.
Ada 505 orang ditangkap buntut kejadian tersebut, termasuk pelajar di dalamnya. Kalangan buruh menuding para peserta aksi yang tak terkoordinir inilah yang memprovokasi dengan membawa batu, pentungan, sehingga terjadi benturan dan perusakan fasilitas publik.
Sementara video ceramah Risma di hadapan pelajar menuai berbagai reaksi. Ada yang setuju, namun demikian adapula yang berlainan pendapat. Pihak yang setuju menilai pelajar masih di bawah umur sehingga tugas utamanya belajar, tidak terlibat praktik politik. Pihak lain menilai pelajar juga punya hak menentukan nasib bangsa, termasuk dengan terlibat dalam aksi mengkritisi keputusan pemerintah.
Terlepas dari beda pendapat tersebut, Kepolisian menyatakan pelajar yang terjaring ikut demonstrasi dan melakukan pelanggaran hukum bakal tercatat dalam sistem Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Surat itu kerap jadi tolok ukur kelakuan pencari kerja. Pada posisi ini, pertanyaan Risma kepada pelajar ada relevansinya,"Balasan itukah yang kalian berikan kepada orang tua?"