Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemda Ditenggat Tiga Bulan Sinkronisasi Peraturan dengan Omnibus Law

Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Se Indonesia) akan memberi masukan ke pemerintah pusat.
Wali Kota Malang Sutiaji bersama Kapolresta Malang Kota, Kombes. Leonardus Simarmata pada Rapat Koordinasi yang bertemakan Sinergitas Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Pelaksanaan Regulasi Omnibus Law secara virtual, di Malang, Rabu (14/10/2020)./Istimewa
Wali Kota Malang Sutiaji bersama Kapolresta Malang Kota, Kombes. Leonardus Simarmata pada Rapat Koordinasi yang bertemakan Sinergitas Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Pelaksanaan Regulasi Omnibus Law secara virtual, di Malang, Rabu (14/10/2020)./Istimewa

Bisnis.com, MALANG — Pemda diberi waktu tiga bulan untuk menindaklanjuti terbitnya PP maupun peraturan lainnya dari pemerintah terkait Omnibus Law.

Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan terkait usulan dari pemerintah kota dalam penyusunan PP maupun peraturan lain sebagai penjabaran Omnibus Law, maka akan dibahas dalam forum Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Se Indonesia)

“Insyaallah melalui Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Se Indonesia) kita akan memberi masukan ke pemerintah pusat,” katanya dalam keterangan resminya, Rabu (14/10/2020).

Pernyataan itu disampaikan seusai Rapat Koordinasi yang bertemakan Sinergitas Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Pelaksanaan Regulasi Omnibus Law secara virtual, Rabu (14/10/2020).

Yang jelas, kata dia, dengan diundangkannya Omnibus Law, maka beberapa undang-undang yang dilebur. Tinggal nanti bagaimana peraturan pemerintahnya segera dipercepat penerbitannya.

“Kita diberi waktu 2 - 3 bulan untuk menindaklanjuti hasil dari peraturan pelaksanaan dalam peraturan-peraturan walikota atau peraturan-peraturan yang lainnya,” ucapnya.

Menko Politik Hukum dan Keamanan Mahfud M.D. dalam kesempatan tersebut menegaskan agar daerah mampu menjelaskan latar belakang dan alasan dibuatnya Omnibus Law sehingga masyarakat bisa menerima dan memahaminya dengan baik.

Faktor yang melatarbelakangi pembuatan UU Cipta Kerja adalah karena UU sebelumnya menghambat izin terkait pembukaan usaha dan tumbuh kembangnya investasi.

"Pemerintah menghargai demonstrasi atau unjuk rasa selama tidak melenceng dari cara menyampaikan aspirasi, tapi bila anarkis itu tidak dibenarkan karena dapat mengundang kerusakan dan kerugian bersama, tentu tidak ditolerir," ujarnya.

Menurut dia, terlalu banyak hoaks yang menyertai unjuk rasa. Yang jelas, tidak benar Omnibus Law menghilangkan hak cuti pekerja, tidak benar UMP dihilangkan, tidak benar pula memaksakan pondok pesantren harus berbadan hukum.

Terkait dengan pengurangan perhitungan uang pesangon dari 35 persen menjadi 25 persen, kata dia, karena realitasnya selama ini hanya 7 persen perusahaan yang mampu memenuhi kewajibannya, yakni membayar pesangon pekerjanya sebesar 35 persen.

“Maka untuk memberi kepastian dan perlindungan harus dibuat yang rigid yang mampu kunci pelaku usaha untuk.memenuhi kewajiban pesangon itu,” ujarnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan terciptanya UU Cipta Kerja salah satunya untuk mewadahi bonus demografi yang sedang dialami oleh Indonesia, yakni banyaknya usia produktif yang memasuki masa kerja seperti fresh graduate. Namun bonus demografi akan berganti menjadi bencana demografi apabila orang-orang di usia produktif tidak mendapatkan pekerjaan.(K24)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler