Bisnis.com, GRESIK — Perseroan Terbatas Smelting menegaskan hingga Kamis (8/8/2019) masih mengikuti putusan dari Mahkamah Agung (MA) setelah menerima salinan putusan terkait dengan sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 308 karyawannya.
"Begitu mendapat salinan putusan dari MA, kami langsung melaksanakan putusannya. Jadi, tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa kami tidak segera melaksanakan putusan pengadilan," kata Asisten Manajer Umum PT Smelting Dwi Bagus Hariyanto di Gresik, Kamis (8/8/2019).
PHK terhadap karyawan Smelting tertuang dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Nomor 16/Pdt.Sus-PHI/2017/PN. Putusan ini sempat digugat karyawan namun Mahkamah Agung malah menguatkan putusan PHI melalui Putusan: GSK jo Nomor 388 K/Pdt.Sus-PHI/2018, tanggal 23 Mei 2018.
Dalam Putusan PHI, disebutkan bahwa mogok kerja yang dilakukan 308 karyawan PT Smelting sejak 19 Januari 2017 adalah tidak sah. Oleh karena itu, karyawan tersebut masuk kategori mengundurkan diri.
Menurut dia, sesuai dengan putusan pengadilan, PT Smelting wajib membayar uang pisah, tunjangan hari raya, dan sisa cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur terhadap seluruh karyawan yang dinyatakan mengundurkan diri karena mangkir. Adapun totalnya sebesar Rp21.322.631.284,00.
Sesuai dengan peraturan perundangan dan perjanjian yang ada, kata Bagian Legal PT Smelting Hari Purnama, pihaknya juga harus membayarkan hak pekerja setelah dikurangi dengan kewajiban atau tanggungan dari masing-masing mantan karyawan tersebut.
Meskipun demikian, Hari mencatat hingga saat ini baru tiga orang yang menyelesaikan haknya. Ketiga orang tersebut masing-masing mempunyai sisa hak yang harus dibayar PT Smelting, mulai dari Rp3 juta sampai Rp19 juta.
Sisanya, lanjut dia, belum mengambil hak terkait dengan keputusan PHI sebab sebagian besar diakui mempunyai sisa utang atau kewajiban yang harus dibayar ke PT Smelting dengan total sebesar Rp22 Miliar.
Ia menyebutkan dari 308 karyawan yang di PHK, terdapat 247 karyawan yang memiliki utang ke perusahaan dengan nominal di atas Rp50 juta. Bahkan, ada 57 orang yang memiliki utang di atas Rp100 juta per karyawan.
Sebelumnya, produksi PT Smelting sempat terhenti karena perselisihan dengan pekerja yang mengakibatkan terhentinya pasokan asam sulfat untuk produksi pupuk dan mengganggu ketahanan pangan.
PT Smelting merupakan satu-satunya perusahaan penghasil katoda tembaga di Jawa Timur yang menyerap lebih dari 40 persen bahan baku konsentrat produksi PT Freeport di Papua.
PT Smelting selama ini juga memasok 100 persen kebutuhan asam sulfat (acid) untuk perusahaan pupuk yang ada di Gresik. Produk samping PT Smelting, yaitu copper slag atau terak tembaga juga digunakan oleh semua pabrik semen di seluruh Jawa Timur.