Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jatim Butuh Penguatan Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Timur dinilai perlu melakukan penguatan sektor industri pengolahan berorientasi ekspor yang selama ini menjadi salah satu penggerak perekonomian guna menuntaskan tekanan current account deficit (CAD).
Peserta atau pengusaha Jawa Timur sedang mengikuti seminar East Java Economic Forum tentang Menakar Masa Depan Manufaktur Jatim yang digelar oleh ISEI dan Bank Indonesia Jatim di Surabaya, Kamis (4/7/2019).
Peserta atau pengusaha Jawa Timur sedang mengikuti seminar East Java Economic Forum tentang Menakar Masa Depan Manufaktur Jatim yang digelar oleh ISEI dan Bank Indonesia Jatim di Surabaya, Kamis (4/7/2019).

Bisnis.com, SURABAYA – Provinsi Jawa Timur dinilai perlu melakukan penguatan sektor industri pengolahan berorientasi ekspor yang selama ini menjadi salah satu penggerak perekonomian guna menuntaskan tekanan current account deficit (CAD).

Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini optimistis di angka 5,12% jika mampu mengatasi tekanan CAD ditambah dengan prognosa stabilnya nilai tukar rupiah, bahkan berturut-turut pada 2020 bisa mencapai 5,41%.

“Tapi secara pesimistis, pertumbuhan ekonomi kita hanya bisa tumbuh di bawah 5% akibat tekanan current account deficit yang tidak bisa tertanggulangi di jangka pendek,” katanya seusai gelaran East Java Economic Forum tentang Menakar Masa Depan Manufaktur Jatim, Kamis (4/7/2019).

Untuk itu, lanjutnya, sektor manufaktur yang berkontribusi 30% terhadap PDRB Jatim ini perlu digenjot. Menurutnya, peningkatan manufaktur bisa dimulai dengan investasi besar di sumber daya manusia (SDM) agar memiliki produkivitas tinggi meskipun ada kenaikan UMK setiap tahunnya.

“Peningkatan SDM harus dicari solusinya, misalnya perbaikan kurikulum untuk jangka panjang, lalu jangka pendek dan menengah adalah memanfaatkan Balai Latihan Kerja (BLK) melalui koordinasi antara industri dan komuniti,” jelasnya.

Bagi pemerintah, kata Fithra, dalam jangka pendek harus memangkas regulasi dan birokrasi yang menghambat dengan melibatkan pengusaha. Dia menekankan, pemangkasan regulasi tersebut bukan dengan membuat atau menerbitkan peraturan baru lantaran hal itu justru akan semakin memperlambat manufaktur.

Fithra menambahkan, saat ini industri pengolahan yang menjadi kunci bagi Jatim adalah industri berbasis agro dan sumber alam lainnya, misalnya seperti industri tekstil, pupuk, kimia dan barang dari karet, serta industri kertas, pertambangan minyak, gas, panas bumi, dan industri dasar besi dan baja.

Senada dengan Fithra, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jatim, Difi Ahmad Johansyah menilai sudah saatnya SDM dan produktivitas diperhatikan sebagai upaya menekan CAD.

“Saya mendukung BLK karena Jatim saatnya melangkah ke industri nilai tambah dan bukan industri dasar lagi.Kalau industri sudah punya kemampuan, cash flow bagus dan daya saing, saya yakin money follow the trade,” katanya.

Tuntutan Industri

Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim, Nur Cahyudi menambahkan, hingga saat ini industri masih mengalami banyak hambatan sehingga sulit tumbuh bahkan industri hengkang dari Jatim.

“Kita masih dihadapkan dengan Permendag 110 tentang pembatasan impor baja dan kain khusus untuk mebel, padahal jumlahnya tidak banyak. Pada akhirnya ada industri mebel yang kehilangan potensi buyer sampai US$110 juta,” katanya.

Dia mengatakan jika membandingkan dengan Vietnam yang menjadi negara pesaing, pemerintah seharusnya bisa membuat kelebihan dalam membuat kebijakan. Misalnya dari segi upah pekerja tinggi tapi pajaknya harus ditekan atau pajaknya tinggi tetapi harag energinya diturunkan.

“Ini supaya seimbang, jadi tidak semua parameter kalah dengan Vietnam. Nah ini harus jadi pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan, regulasi harus dipermudah dan harus diperjuangkan,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya, Koordinator Jatim, Eko Purwanto menambahkan, pihaknya akan bersama-sama dengan pengusaha akan mendiskusikan kembali agar menemukan formula yang lebih spesifik untuk meningkatkan manufaktur.

“Kami akan diskusi lagi supaya hal-hal yang dibutuhkan industri ini bisa lebih mengerucut, setelah itu ISEI akan membantu menyampaikan kepada pemerintah,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper