Bisnis.com, MALANG—Komisi VII DPR mendorong RUU Energi Baru dan Terbarukan dapat segera dituntaskan dan sampai menjelang akhir masa jabatan DPR sudah dapat disahkan menjadi UU.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Ridwan Hisjam mengatakan RUU Energi Baru dan Terbarukan mendesak untuk segera diundangkan agar dapat mendorong investor masuk dan berinvestasi di sektor tersebut.
“Potensi energi baru dan terbarukan di Indonesia sangat besar. Seperti panas bumi, potensinya sangat besar karena Indonesia merupakan negara cincin api,” ujarnya di Malang, Minggu (10/2/2019).
Potensi energi dari panas bumi di Indonesia bahkan terbesar di dunia. Begitu juga dengan energi surya, sangat berlimpah. Tak ketinggalan air dan angin.
Investor yang akan masuk dan berinvestasi di sektor tersebut saat ini, kata dia, masih enggan karena belum ada payung hukum yang tinggi untuk dapat memberikan kepastian hukum sehingga dapat melindungi nilai investasinya.
Di sisi lain, investasi di sektor membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Baca Juga
Karena itulah, dengan UU Energi Baru dan Terbarukan, maka investor tidak lagi ragu untuk berinvestasi di sektor tersebut sehingga diproyeksikan investasi yang masuk juga akan banyak.
Dengan adanya investasi yang masuk di sektor tersebut, maka pasokan listrik nasional akan tinggi. Kondisi tersebut pada gilirannya dibutuhkan untuk dapat menarik investasi di sektor industri manufaktur.
Dengan banyak investasi yang masuk di sektor tersebut, dia menilai, maka Indonesia dapat menggerakkan kembali ekonomi dari sektor industri. Akan berlangsung reindustrialisasi.
Industrialisasi, menurut dia, merupakan cara yang paling tepat dan cepat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ekonomi lain tidak akan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan sektor industri.
“Saat ini, pemanfaatan energi baru dan terbarukan menjadi tren dunia. Bahkan Indonesia termasuk ketinggalan karena Paris Agreement sudah ditandatangani pada 2016, bahkan Protocol Kyoto pada 1997,” ujarnya.
Naskah akademis RUU Energi Baru dan Terbarukan sudah selesai dan saat ini Komisi VII tengah meminta masukan dari berbagai unsur masyarakat mengenai RUU tersebut, seperti dari kalangan perguruan tinggi.
Jika sudah rampung, maka selanjutnya dilaporkan ke Baleg untuk selanjutnya dimintakan Surat Presiden untuk pembahasan RUU tersebut.
Selanjutnya Presiden akan membalas surat ke DPR dengan menunjuk menteri teknis membahas RUU tersebut menjadi UU.
Setelah DPR menerima Surat Presiden, maka dibentuk Pansus yang menangani pembahasan mengenai RUU Energi Baru dan Terbarukan.
RUU tersebut, menurut Ridwan, merupakan prioritas pembahasan DPR. Karena itulah, DPR menargetkan sampai sebelum akhir masa tugas DPR berakhir pada September 2019 nanti, maka RUU tersebut sudah dapat disahkan menjadi UU.
“Saya optimistis RUU Energi Baru dan Terbarukan dapat menjadi UU sebelum DPR habis masa tugasnya,” katanya.