Bisnis.com, MALANG — Pelonggaran loan to value (LTV) oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menggairahkan penjualan rumah, terutama rumah untuk kelas menengah-bawah di Jatim.
Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim Makhrus Sholeh mengatakan problem dalam pembelian rumah sering terjadi karena adanya persyaratan uang muka, meski secara pendapatan sebenarnya konsumen tergolong mampu.
“Mereka kebanyakan hidup konsumerisme sehingga sulit untuk menabung untuk mempersiapkan uang muka pembelian rumah,” katanya di Malang, Rabu (11/7/2018).
Dengan adanya ketentuan tersebut, kata dia, maka konsumen menjadi meningkat kemampuannya untuk membeli rumah secara kredit.
Jika pada awal-awal tahun KPR dirasakan memberatkan konsumen karena angsuran per bulannya tinggi dengan uang muka pembelian yang rendah bahkan 0%, maka ke depannya akan terasa ringan.
Hal itu terjadi tingkat gaji penerima KPR akan naik bersamaan dengan penaikan UMK yang juga naik setiap tahunnya.
Dengan demikian, dia berpendapat, kesiapan dalam mengucurkan KPR dengan uang muka yang rendah justru pada bank-nya. Bank tentu akan bersikap hati-hati agar penyaluran KPR dengan uang muka yang rendah tidak menaikkan NPL sehingga membebani mereka.
Karena itulah, dia menduga, dalam mengucurkan KPR dengan uang muka yang ringan, bahkan 0%, bank akan selektif. Pemohon yang diprioritaskan untuk memperoleh KPR dengan uang muka yang rendah justru mereka yang berpenghasilan tetap.
Mereka yang diuntungkan dengan kebijakan tersebut, terutama konsumen rumah menengah-bawah. Hal itu terjadi karena konsumen rumah menengah-bawah dengan harga rumah per unit Rp300 juta ke bawah paling sulit untuk menabung yang nantinya digunakan untuk uang muka pengajuan KPR.