Bisnis.com, SURABAYA – Pemerintah Indonesia berencana melakukan negosiasi atas kebijakan pengenaan bea produk perhiasan yang diberlakukan Uni Emirat Arab sejak awal tahun ini. Pasalnya, negara itu merupakan destinasi ekspor yang sangat potensial.
Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata (APEPI) mencatat sekitar 30% produk perhiasan yang diekspor, ditujukan ke Uni Emirat Arab (UAE). Pengenaan bea masuk oleh pemerintah UAE jelas memukul industri perhiasan nasional.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyampaikan dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Perdagangan terkait rencana melobi pemerintah Uni Emirat Arab.
“Mereka [UAE] tidak mau pasarnya dimonopoli hanya oleh Indonesia. Mereka mau membuka untuk negara lain. Kami akan berusaha agar bea masuk kita kembali nol. Hanya Dubai yang mengenakan aturan itu,” jelas Gati setelah membuka Jewellery Fair di Surabaya, Kamis (26/10/2017).
Gati menjelaskan sejauh ini, Gubernur Jawa Timur Soekarwo telah menyrati Kementerian Perdagangan untuks egera menindaklanjuti aturan baru dari UAE tersebut. Kendati demikian, hingga saat ini belum ada kabar lebih lanjut.
Menurut Gati, pemerintah juga tengah melakukan penjajakan ekspor ke sejumlah negara baru yang potensial seperti Rusia, Nigeria, Afrika Selatan, dan beberapa negara di Asia Selatan seperti India dan Srilanka.
Produk perhiasan menjadi salah satu produk non-migas yang menduduki urutan pertama komoditas ekspor terbesar Jawa Timur. Kementerian Perindustrian mencatat nilai ekspor produk perhiasan pada 2016 mencapai US$6,37 miliar. Nilai ini meningkat 13,65% dari nilai ekspor perhiasan tahun 2015 yang mencapai US$5,49 miliar.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan selama Januari—September 2017, ekspor komoditas perhiasan dan permata yaitu sebesar US$2,53 miliar, anjlok 31,36% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy)yang tercatat sebesar US$3,68 miliar.
Sepanjang tahun ini, ekspor produk perhiasan dan permata dari Jatim konsisten menunjukkan penurunan. Gubernur Jatim Soekarwo menyampaikan selain pengenaan bea masuk oleh negara tujuan ekspor, kondisi ekonomi global yang lesu pun turut memukul industri perhiasan nasional.
“Sebetulnya dari segi kualitas, kita membaik. Untuk menyiaati ada pengenaan bea masuk, kita juga harus mencari pasar-pasar baru, tapi hambatan dagang harus segera diselesaikan. Kita sudah minta bantuan pemerintah pusat,” ujar Pakde Karwo.
Adapun, Jatim berperan besar pada ekspor perhiasan nasional dengan kontribusi mencapai 60% dari total ekspor per tahun. Dalam lima tahun terakhir, nilai ekspor produk kreatif tersebut telah melonak 10 kali lipat. Di Indonesia, 25% produk perhiasan beredar merupakan produksi Jatim.
Sementara itu, Ketua APEPI Jeffrey Thumewa menyampaikan pengenaan bea masuk oleh UAE dapat memengaruhi ekspor perhiasan nasional karena volume pengapalan ke negara itu cukup besar. Berdasarkan catatan APEPI, sekitar 30% ekspor perhiasan nasional ditujukan ke Dubai.
“Mereka ingin mengatur persaingan pasar perhiasan di sana sehingga hanya kita yang dikenakan bea masuk, negara lain tidak. Sekarang ini pelaku usaha ingin menjajaki ke India karena pasarnya besar,” jelas Jeffrey.