Bisnis.com, MALANG – Penyerapan beras oleh Bulog Jatim baru mencapai 62% atau 563.000 ton dari target penyerapan sebanyak 906.000 ton sampai akhir 2017.
Kepala Divre Bulog Jatim Hasyim mengatakan angka itu merupakan realisasi pengadaan per-23 Oktober 2017. Secara Nasional, realisasi penyerapan beras sebesar itu terbesar baik dari sisi kuantum 563.000 ton, dan sisi persentase 62%, dari target 906.000 ton setara beras.
“Bulog Divre Jatim dalam menyumbang pengadaan seluruh Indonesia sebesar 28%,” katanya di sela-sela Rapat Koordinasi Percepatan Sergap (Serap Gabah Petani) di Jatim di Malang, Selasa (24/10/2017).
Jika dibandingkan 2016 pada periode yang sama, dia mengakui, memang ada penurunan realisasi pengadaan 17%. Menutut dia, perkiraan luas panen sepanjang 2017 mencapai 2.300.094 hektare dengan produksi 13.800.564 ton
Perkiraan panen di Oktober – November terluas, yakni wilayah barat di Kab Ngawi, Kab. Madiun, Kab. Nganjuk; Wilayah utara di Tuban dan Lamongan; Wilayah timur di Banyuwangi dan Jember; dan Wilayah tengah, yakni Pasuruan dan Lumajang.
Dari rata-rata mingguan selama dua bulan, Oktober-November, perkiraan panen tertinggi ada di minggu III dan IV bulan Oktober. Memasuki November, perkiraan luas mingguan panen akan menurun mengingat pola panen yang singkat dan diperkirakan cepat terserap untuk pasaran umum.
Rata-rata kenaikan harga di tingkat produsen untuk gabah kering panen (GKP) mengalami kenaikan 1,48% di minggu III Oktober bila dibanding kan rata-rata harga di September 2017.
Menurut Hasyim, pola pengadan dari Agustus hingga 23 Oktober 2017 mengalami penurunan. Pada minggu pertama Agustus rerata harian di atas 4.000 ton setara beras, namun memasuki minggu kedua mengalami penurunan drastis karena adanya pola pengadaan cadangan stabilitas harga pangan(CSHP).
Dengan adanya fleksibilitas harga di atas 10% dari HPP, menurut dia, belum bisa menaikkan realisasi pengadaan gabah beras karena secara tidak langsung juga memicu harga di tingkat produsen mengalami kenaikan.
Memasuki September sampai oktober minggu III, rata-rata pengadaan turun hampir 50% atau rata-rata dibawah 2.000 ton pada September, sedangkan memasuki minggu III rata-rata hariannya dibawah 1.000 ton setara beras per hari.
“Selain faktor harga, ada isyu-isyu bahwa Bulog tidak lagi diperankan dalam menyalurkan Rastra menjadikan momentum pengadaan beras pada puncak panen menjadi hilang,” ujarnya.
Kepala Pusat Pelatihan Pertanian Kementerian Pertanian Widi Hardjono yang juga Penanggung Jawab Sergap Jatim mengatakan keberhasilan Bulog Jember dan Banyuwangi dalam penyerapan beras sehingga melampaui dari target perlu ditiru subdivre lainnya.
“Skema yang diterapkan, ada komitmen antara tim Sergap dengan petani untuk menjual sebagian panen padi mereka ke Bulog. Petani bersedia untuk berkomitmen seperti karena sudah merasa terbantu oleh bantuan pemerintah berupa pupuk, benih, alsintan, dan lainnya sehingga produksi padinya naik.”
Kepala Bidang Ketersediaan dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Jatim Edy Purwanto mengatakan pada Oktober luas tambah tanam di Jatim mencapai 175.000 hektare, sedangkan pada November turun menjadi sekitar 97.000 hektare sehingga momentum penyerapan beras berlangsung pada Oktober-November.
Karena itulah, kata Hasyim, Divre Bulog Jatim akan terus mengoptimalkan penyerapan melalui mekanisme komersial baik melalui mitra kerja pengadan (MKP) dan satgas pengadaan gabah beras.
Bulog juga melakukan pemetaan posisi stok gabah/beras di masing-masing penggilingan untuk segera dilaksanakan penyerapan langsung serta percepatan pengadaan beras melalui kemasan 50 kg agar memudahkan MKP.