Bisnis.com, SURABAYA – Provinsi Jawa Timur mengalami deflasi pada Agustus 2017 yaitu sebesar 0,25%. Beberapa komoditas utama yang memberi kontribusi terbesar terjadinya deflasi yaitu tarif angkutan udara, bawang merah, dan bawang putih.
Kepala BPS Jatim Teguh Pramono mengungkapkan deflasi yang terjadi di Jatim lebih dalam dibandingkan tingkat deflasi nasional yang sebesar 0,07%. Deflasi ini dinilai merupakan momentum bagus bagi pemerintah untuk mengerek daya beli masyarakat.
“Ini dampaknya bisa positif bagi masyarakat karena daya beli masyarakat bisa menguat, mengingat harga-harga bahan makanan lebih terkendali. Mudah-mudahan tingkat kemiskinan Jatim bisa menurun,” jelas Teguh dalam konferensi pers di Surabaya, Senin (4/9/2017).
Deflasi sebesar 0,25% pada Agustus 2017 merupakan deflasi kedua Jatim pada tahun ini setelah sempat menyentuh 0,09% pada Maret 2017. Kala itu, dua kontributor terbesar penyebab deflasi adalah harga pulsa ponsel dan komoditas cabai rawit.
Teguh menyampaikan dengan terjadinya deflasi selama Agustus, pemerintah provinsi Jatim memiliki pekerjaan rumah untuk dapat menjaga harga bahan pangan pokok tetap terkendali. Saat ini, garam masih merupakan bahan pangan infloator utama inflasi.
BPS mencatat laju inflasi tahun kalender Jawa Timur pada Agustus 2017 mencapai 2,86%, lebih tinggi dari tahun kalender Agustus 2016 yang sebesar 1,80%. Laju inflasi year-on-year (yoy) pada Agustus 2017 tercatat sebesar 3,81%, lebih tinggi dari inflasi Agustus nasional yang sebesar 2,53%.
Teguh mencatat deflasi pada Agustus 2017 terjadi pada seluruh kabupaten/kota yang dipantau BPS Jatim. Deflasi tertinggi terjadi di kota Malang yaitu sebesar 0,57%, sedangkan deflasi terendah terjadi di Jember sebesar 0,09%.
“Padahal ari tujuh kelompok pengeluaran, hanya dua kelompok yang mengalami deflasi yaitu bahan makanan sebesar 1,53% dan transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang sebesar 0,84%,” terang Teguh.