Bisnis.com, MALANG — Realisasi transaksi kartu kredit pemerintah (KKP) di wilayah kerja Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Malang baru mencapai Rp3,8 miliar. Padahal pagu Transfer ke Daerah (TKD) yang disiapkan dari APBN 2025 mencapai Rp8,8 triliun.
Kepala KPPN Malang Muhammad Rusna mengatakan rendahnya penggunaan alat bayar berbasis kartu ini disebabkan sejumlah permasalahan. Dia merinci, dari 162 satuan kerja (satker) di wilayah ini, baru 44 bendahara satker yang telah merealisasikan KKP.
Rusna menyebut kartu kredit satker yang dijatahkan tak kunjung diterima. Sedangkan lainnya, KKP Satker masih proses pembuatan di kantor pusat bank.
“Kendala lain, perubahan pemegang KKP di Satker tidak segera diajukan ke bank,” katanya, Selasa (15/7/2025).
Rusna juga menyebut berdasarkan penelusurannnya juga ada keengganan dari Satker untuk menggunakan KKP. Padahal transaksi menggunakan kartu kredit lebih efisien dan terekam dengan baik.
KPPN Malang sendiri terus berupaya untuk meningatkan penggunaan kartu kredit di lingkungan pemerintah. Dia menyebut tengah mengadakan sosialisasi dua kali per bulan kepada Satker maupun vendor untuk meningkatkan kepercayaan. Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan perbankan, dan memberikan apresiasi kepada Satker pengguna KKP terbaik.
Baca Juga
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai fasilitas kemudahan yang disediakan pemerintah pusat bagi percepatan pelaksanaan program dan kegiatan di tingkat daerah memang belum dapat dimaanfaatkan secara optimal.
Dari beberpa penelitian, kata dia, menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan dianataranya keterbatasan merchant yang menyediakan mesin EDC, kurangnya sosialiasi yang berdampak pada minimnya pemahaman dan literasi keuangan di kalangan pejabat satker.
Menurut dia, kehawatiran juga muncul adanya potensi penyalahgunaan jika pengawasan lemah. Disamping itu, terdapat kekhawatiran terkait biaya additional cost (surcharge) terkait perpajakan atas belanja melalui penggunaan KKP dan bank penerbit kurang optimal dalam memmberikan informasi terhadap penggunaan KKP.
“Oleh karena itu, evaluasi harus terus dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul atas implementasi KKP,” ujar Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu. (K24)