Bisnis.com, SURABAYA - Produsen rolling mill plat baja, PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. (GDST) menurunkan target laba pada 2024 akibat tekanan harga bahan baku imbas dari kenaikan kurs dolar.
Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST), Hadi Sutjipto, mengatakan manajemen optimistis target penjualan Rp2,5 triliun pada tahun ini tercapai. Demikian pula target penjualan bersih Rp125 miliar dan laba setelah pajak sebesar 5% bakal digenggam.
"Proyeksi laba ini menurun dibanding tahun 2023 sebesar 8% terutama disebabkan turunnya harga jual dan naiknya harga bahan baku akibat kenaikan kurs dolar," jelasnya dalam paparan publik, Selasa (10/9/2024).
Adapun sampai Juli 2024, perseroan mencatatkan penjualan Rp1,67 triliun naik 15,7% dari penjualan periode sama 2023 sebesar Rp1,45 triliun. Sedangkan laba setelah pajak Juli 2024 menjadi Rp99,02 miliar turun 37,9% dari capaian 2023 sebesar Rp159,47 miliar.
Hadi menuturkan manajemen berupaya meningkatkan kinerja dengan finalisasi fasilitas produksi plate mill 2. Fasilitas ini saat beroperasi nantinya bisa membuat ukuran produk plat yang diproduksi semakin beragam untuk menjawab permintaan pasar.
"Adanya mill 2 berarti kapasitas produksi bertambah, memiliki dua mill dipastikan akan lebih banyak produksi untuk memenuhi permintaan pasar," tuturnya.
Baca Juga
Keberadaan fasilitas produksi baru juga diyakini meningkatkan efisiensi. Pasalnya, GDST kerap kehilangan permintaan pasar dengan spesifikasi lebar plat diatas 2,5 meter. Permintaan itu bakal dijawab mill 2 yang bisa memproduksi lebar plat hingga 3,2 meter.
Keberadaan fasilitas baru juga meningkatkan keamanan. Terlebih berdasarkan pengalaman, kebakaran panel listrik bisa mengakibatkan 3 bulan tidak bisa berproduksi. "Dengan punya dua mill jika terjadi sesuatu di mill 1 kita punya mill 2 untuk dioperasikan," jelasnya.
Hadi Sutjipto menurutkan commissioning dari plate mill 2 akan dijalankan pada Desember tahun ini.
Pekerja mengecek tumpukan plat baja di area pabrik PT PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) di Surabaya selasa (10/9/2024)./Bisnis–Syaharuddin Umngelo.
Tekanan Luar Negeri
Selain mengalami tekanan nilai tukar, GDST juga menghadapi tantangan ekspor. Hadi Sutjipto menuturkan penjualan ekspor masih terbatas ke pasar Singapura dan Malaysia karena banyak negara masih menerapkan bea masuk anti dumping, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Meksiko.
"Margin ekspor untungnya hanya berkisar 5-6% sedangkan bea masuk anti dumping bisa mencapai 50%, jadi kalau dipaksakan tidak bisa untung, jadi lebih baik dipasarkan di dalam negeri atau ekspor ke Malaysia dan Singapura," tuturnya.
GDST juga sudah menjajaki kemungkinan fasilitasi pemerintah. Namun demikian ternyata industri diminta mengurus dengan lawyer yang ditunjuk dengan fee yang jauh lebih besar dari margin yang diperoleh saat melakukan ekspor.
"Jadi kita memilih untuk tidak melakukan apa-apa dalam hal ekspor meskipun potensinya sangat besar," paparnya.