Bisnis.com, SLEMAN — Penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia (BI) diproyeksikan dapat menambah likuiditas bank hingga sebesar Rp256 triliun pada saat penerapan awal dan diprakirakan menjadi ±Rp280 triliun pada akhir tahun sehingga hal tersebut meningkatkan kapasitas perbankan untuk menyalurkan kredit.
Direktur Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan KLM sebelumnya yang berlaku 23 Oktober 2023 s/d Mei 2024 nilai insentif Maret 2024 mencapai Rp165 triliun, sedangkan pada periode penguatan KLM yang berlaku mulai 1 Juni 2024, immediate impact Rp256 triliun (Juni 2024) dan prakiraan akhir 2024 mencapai sekitar Rp280 triliun.
“Total tambahan insentif dari periode KLM sebelumnya sampai periode penguatan KLM akhir 2024 mencapai Rp115 triliun,” katanya pada Capacity Building dan Media Gathering se-Jawa Timur 2024 BI Jatim di Sleman, Yogyakarta, Jumat (26/7/2024).
Menurutnya, pertumbuhan kredit triwulan II/2024 tetap tinggi dan ketahanan sistem keuangan terjaga, meski ketidakpastian global tetap tinggi dengan prospek pertumbuhan PDB 2024 mencapai 3,2% (yoy).
Kondisi ekonomi global ditandai dengan divergensi kebijakan moneter negara maju, ketegangan geopolitik belum mereda, inflasi AS lebih rendah karena turunnya inflasi energi dan perumahan, dan FFR diprakirakan turun akhir 2024. Dari sisi domestik tetap kuat. Pertumbuhan PDB 2024 diproyeksikan 4,7%-5,5% (yoy) yang ditandai pertumbuhan ekonomi tetap baik, stabilitas Rupiah terjaga, inflasi dalam sasaran 2,5%±1%, ekspor meningkat didorong manufaktur dan tambang, dan BI Rate 6,25%.
Selain itu, kata dia, prospek pembiayaan terjaga. Dari sisi permintaan, yakni korporasi, kinerja penjualan tetap tinggi dan kemampuan bayar tetap kuat. Dari sisi rumah tangga, permintaan kredit terjaga stabil, terutama dari kelas menengah-atas, seiring dengan ekspektasi penghasilan yang terjaga.
Baca Juga
Dari sisi pasokan, penyaluran kredit terjaga, didukung pertumbuhan DPK triwulan II/2024 sebesar 8,45% (yoy), strategi realokasi alat likuid ke kredit, dan dukungan likuiditas seiring penerapan KLM. Pertumbuhan ekonomi nasional diproyeksikan mencapai 4,7%5,5%, sedangkan pertumbuhan 2024 diproyeksikan mencapai 10%-12%.
“Bauran kebijakan BI untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan, yakni kebijakan makroprudensial pro-growth dengan tetap menjaga SSK (sistem stabilitas keuangan),” katanya.
Dia menegaskan, pertumbuhan kredit diprakirakan sebesar 10-12% pada 2024 dan meningkat ke 11-13% pada 2025. Stabilitas sistem keuangan terjaga. Hasil stress-test menunjukkan ketahanan sistem keuangan dari dampak gejolak global.
Oleh karena itulah, kata dia, BI melanjutkan stance kebijakan makroprudensial akomodatif di 2024. Kebijakan yang mendorong pertumbuhan kredit pembiayaan, yakni KLM engan perluasan cakupan eksisting, penambahan sektor baru, dan penyesuaian alokasi insentif.
Rasio intermediasi makroprdudensial (RIM) dengan mempertahankan RIM pada kisaran 84%-94%, Counterclicical Capital Buffer (CCyB) dengan mempertahankan CCyB sebesar 0%. Juga, publikasi asesmen tranparansi suku binga (TSB) dengan mempertahankan asesmen TSB, LTV/FTV KPR dan uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) dengan melanjutkan pelonggaran hingga 31 Desember 2024.
“Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) dengan maksimum sebesar 30% terhadap modal bank,” ujarnya.
KLM, kata dia, diberikan kepada BUK, BUS, dan UUS dalam bentuk pengurangan terhadap kewajiban GWM dalam rupiah rata-rata. Besarannya maksimum 4% (400 bps), terdapat tambahan KLM bagi bank dengan kontribusi pertumbuhan kredit/ pembiayaan yang tinggi.
Cakupan, kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan BI, kredit/pembiayaan inklusif berdasarkan pencapaian RPIM (Rasio Pembiayaan Inklusi Makroprudensial), kredit/pembiayaan kepada Ultra Mikro (UMi), kredit/pembiayaan berwawasan lingkungan dan pembiayaan lainnya yang ditetapkan BI. “Penguatan KLM per 1 Juni 2024,” ucapnya.
Menurutnya, penguatan KLM dilakukan untuk mengoptimalkan ruang likuiditas perbankan dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit dengan tetap menjaga SSK.
Sedangkan rasio pendanaan luar negeri (RPLN), kata dia, merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian.
RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka bank terhadap modal yang diterapkan dengan memperhitungkan siklus keuangan Indonesia (SKI), faktor eksternal, dan risiko SSK, yang di reviu secara berkala. Pengelolaan berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan mempertimbangkan kapasitas permodalan, risiko kredit dan risiko pasar pada masing masing bank.
RPLN juga akan berkontribusi pada pendalaman pasar keuangan dengan penguatan definisi. “RPLN mulai berlaku1 Agustus 2024,” ujarnya. (K24)