Bisnis.com, MALANG — Dukungan politik dari elite penting seperti Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, menjadi salah kunci kemenangan pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang secara meyakinkan di Jatim versi quick count (QQ).
Pengamat Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Malang, Salahudin, mengatakan dukungan elite politik seperti SBY, Khofifah, dan sejumlah nama lain juga mempengaruhi sikap politik pemilih khususnya di Jawa Timur. SBY sebagai presiden RI ke 6 yang berasal dari Jawa Timur masih mempunyai pengaruh yang cukup kuat di Jawa Timur. Begitu pula Khofifah sebagai Gubernur Jatim.
“Walhasil, strategi politik Koalisi Indonesia Maju dan TKN sangat efektif,” ujarnya, Kamis (15/2/2024).
Sebaliknya, kata dia, kekuatan politik partai dari PDIP sebagai pemenang Pemilu 2019 tidak selalu mampu memenangkan Pilpres. Ini menggambarkan kekuatan elite Jokowi lebih efektif dibandingkan PDIP.
Oleh karena itulah, dia menegaskan, ada pergeseran perilaku politik ideologis partai ke perilaku politik rasional atas dasar ketokohan personal politisi.
Begitu juga dengan keberadaan Muhaiman Iskandar dan Prof Mahfud MD sebagai cawapres yang merupakan tokoh NU dari Jawa Timur, tidak berpengaruh signifikan mendulang suara warga Nahdliyin di Jawa Timur. Ada pergeseran perilaku politik kultural keagamaan ke perilaku politik rasional.
Baca Juga
Namun yang perlu ditegaskan, kata dia, QQ menggambarkan sebaran perolehan suara sementara. Meskipun demikian, QQ memberikan gambaran ada potensi kemenangan Prabowo Gibran pada Pilpres 2024.
Hal ini berkaca dari dua edisi Pilpres sebelumnya, 2014 dan 2019, hasil QQ relatif presisi. Hasil hitung cepat lembaga survei tak jauh beda dengan rekapitulasi KPU.
Kemenangan Prabowo-Gibran berdasarkan QQ, Salahudin menilai, menggambarkan mesin politik Koalisi Indonesia Maju terdiri atas 9 parpol berjalan efektif.
Selain itu, dia meyakinkan, koalisi politik antara Jokowi dan Prabowo memberikan pengaruh penting dalam memenangkan Pilpres.
Dia menegaskan pula, yang perlu digaris bawahi adalah hasil perolehan suara dalam pemilu bukan satu satunya indikator untuk mengatakan capaian demokrasi. Yang yang jauh lebih penting, demokrasi harus diikuti oleh proses politik yang jurdil dan menjamin kepastian hukum untuk semua.
“Maka, jika nanti terdapat dugaan pelanggaran pemilu, semua pihak yang merasa dirugikan dapat menggunakan institusi Bawaslu dan MK yang ditugaskan oleh negara untuk memutuskan perkara tersebut secara adil.
Negara sebagai representasi dari institusi demokrasi harus mampu menyelesaikan nya secara adil berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” ucap Salahudin yang juga dosen Ilmu Politik FISIP UMM itu. (K24)