Bisnis.com, SURABAYA — Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur saat ini memilih untuk bersikap wait and see dalam menentukan strategi bisnis ke depan mengingat tahun depan masuk dalam tahun politik.
Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan GINSI Jatim, Medy Prakoso mengatakan bahwa era demokrasi atau masa pemilu selalu menjadi bagian dari tantangan yang dihadapi importir, salah satunya kekhawatiran soal regulasi pemerintah yang mungkin tidak menentu saat berganti pemimpin.
“Di era demokrasi tentu saja kami menghadapi regulasi yang sedang tidak menentu. Makanya kami memilih wait and see dulu sampai 2024 selesai atau Pemilu selesai. Bank Indonesia juga menyampaikan kalau ekonomi tahun depan itu akan out of the box,” katanya di sela-sela gelaran GINSI Award 2023 di Surabaya, Rabu (22/11/2023).
Dia mengatakan, saat ini saja importir harus menghadapi regulasi PP No.46 Tahun 2023 tentang penyelenggaraan bidang perindustrian. Beleid baru tersebut belum sepenuhnya menghilangkan kegelisahan importir. Sejumlah perubahan yang tercatut dalam PP terbarunya ini yakni ketentuan terkait neraca komoditas, importasi bahan baku dan/atau bahan penolong bagi industri dan standardisasi industri.
“Misalnya kebijakan impor bahan baku/penolong hanya dapat dilakukan oleh perusahaan industri yang memiliki identitas sebagai importir produsen (API-P),” imbuhnya.
Medy melanjutkan, saat ini komposisi impor bahan baku di Jatim rerata sudah mencapai 73% - 85%, sedangkan sisanya atau sekitar 12% disumbang oleh impor barang jadi.
Baca Juga
“Kapan lalu Presiden menyampaikan bahwa impor barang jadi harus dikurangi dan harus mendukung industri sendiri. Pada 3 tahun lalu memang impor barang jadi masih tinggi, sekarang sudah menjadi 12% dan ini diupayakan ditekan sampai turun, tapi impor barang modal meningkat, artinya ada peningkatan investasi yang semakin besar,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Widia Erlangga, Branch Manager PT Anindya Wiraputra Konsult, selaku surveyor swasta untuk barang impor mengatakan potensi pasar impor di kawasan Indonesia Timur, Jatim khususnya masih sangat besar untuk digarap.
“Untuk itu, kami baru saja membuka kantor di Surabaya dan akan membidik pangsa importir dari GINSI Jatim. Saat ini konsumen kami di Jatim masih sekitar 500-an, sedangkan anggota GINSI Jatim mencapai 3.500 member, kami targetkan tahun depan bisa menambah 500 konsumen lagi dari GINSI,” ujarnya.
Bisnis impor dari sisi surveyor, kata Widia, saat ini pun menghadapi tantangan salah satunya soal Persetujuan Impor (PI) atau Kuota impor dari Kemendag. Menurutnya, sejak akhir tahun lalu hingga saat ini ada kendala pengeluaran PI yang terhenti.
“Kemungkinan setelah pemilu tahun depan itu, pemerintah akan buka lagi keran impornya,” imbuhnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Zulkipli mengatakan kinerja impor non migas Jatim selam Januari - Oktober 2023 tercatat US$18,78 miliar turun -8,82% (yoy).
“Pada Oktober 2023 saja, impor Jatim tercatat US$1,87 miliar dengan tren komoditi impor yang mengalami peningkatan yakni serealia, kapal, perahu, struktur terapung, senjata amunisi, plastik barang dari plastik, mesin dan perlengkapan listrik,” jelasnya.
Sedangkan komoditi yang mengalami penurunan impor yakni buah-buahan, bji dan buah mengandung minyak, ampas dan sisa industri makanan, besi dan baja, kapal udara dan bagiannya.
Dari total impor Jatim pada Oktober 2023, sebanyak US$458,39 juta merupakan impor barang konsumsi. Jumlah ini turun -23,32% yoy. Selanjutnya disumbang impor bahan baku penolong US$1,56 miliar atau turun -13,15% (yoy). Sedangkan barang modal US$237,11 juta atau naik 19,02% (mtm) atau naik 49,39% (yoy) dan tumbuh 7,77% (ctc).
Adapun sepanjang Januari - Oktober 2023 barang impor Jatim berasal dari China sebanyak US$5,39 miliar, AS US$1,37 miliar, Brazil US$1,05 miliar, Jepang US$0,72 miliar, negara-negara Asean US$2,31 miliar dan Uni Eropa US$1,39 miliar.