Bisnis.com, SURABAYA — Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur mencatat kinerja pendapatan negara di Jatim sepanjang Januari - September 2023 mencapai Rp180,30 triliun atau mencapai 70,23% dari target.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu Provinsi Jatim Taukhid mengatakan kinerja pendapatan negara masih mengalami kontraksi dengan persentase realisasi mengalami kontraksi sebesar 8,98% (yoy), dan secara nominal terkontraksi 2,03% (yoy).
“Namun untuk belanja negara tumbuh signifikan, dengan persentase realisasi tumbuh 4,63% (yoy) dan secara nominal tumbuh positif 1,66% (yoy),” katanya, Jumat (3/11/2023).
Dia memaparkan, pendapatan negara tersebut berasal dari penerimaan pajak mencapai Rp80,34 triliun atau setara 78,84% dari target Rp101,91 triliun. Secara nominal, penerimaan pajak ini tumbuh 1,68% (yoy) yang ditopang oleh pertumbuhan PPN yang impresif mencapai 16,10%.
Selanjutnya, penerimaan negara ditopang oleh penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai Rp94,23 triliun atau setara 62,86% dari target Rp149,90 triliun.
Secara nominal, penerimaan kepabean dan cukai ini terkontraksi -5,45% (yoy). Penyebab utama dikarenakan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang membuat produksi rokok menurun. “Hal ini merupakan sinyal positif, karena tujuan cukai hasil tembakau untuk mengendalikan konsumsi rokok. Hal ini akan berdampak kepada peningkatan di bidang kesehatan masyarakat,” imbuh Taukhid.
Baca Juga
Sedangkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Jatim hingga September 2023 telah mencapai Rp5,74 triliun atau 116,57% dari target Rp4,92 triliun.
“Capaian tersebut tumbuh positif 6,96% (yoy) yang ditopang baik oleh penerimaan PNBP lainnya dan penerimaan Badan Layanan mum (BLU) yang terus tumbuh signifikan,” tambahnya.
Taukhid menambahkan, dengan capaian penerimaan negara sampai September mencapai Rp180,30 triliun, sedangkan belanja negara terealisasi Rp88,55 triliun atau 71,20%. Maka anggaran negara saat ini terdapat surplus regional Jatim mencapai Rp91,75 triliun.
“Surplus ini mengalami kontraksi sebesar -20,98% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini dikarenakan penerimaan terkontraksi sementara belanja terus tumbuh signifikan, membuat capaian surplus lebih rendah dari tahun lalu,” imbuhnya.