Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Surat Berharga Negara Ritel Ditarget Rp150 Triliun, Ini Strategi Mencapainya

Kementerian Keuangan menargetkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun ini bisa mencapai Rp130 triliun - Rp150 triliun.
Dari kiri - kanan, Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Deni Ridwan, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu Adi Budiarso, dan Analis Kebijakan Keuangan Madya Kemenkeu Yani Farida di sela-sela kegiataan #UangTalk & Like It Kemenkeu di Unair, Kamis (7/9/2023)./Bisnis - Peni Widarti.
Dari kiri - kanan, Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Deni Ridwan, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu Adi Budiarso, dan Analis Kebijakan Keuangan Madya Kemenkeu Yani Farida di sela-sela kegiataan #UangTalk & Like It Kemenkeu di Unair, Kamis (7/9/2023)./Bisnis - Peni Widarti.

Bisnis.com, SURABAYA — Kementerian Keuangan menargetkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun ini bisa mencapai Rp130 triliun - Rp150 triliun meningkat dibandingkan tahun lalu.

Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan SBN ritel maupun Sukuk Negara Ritel (RS) merupakan produk investasi yang dikeluarkan pemerintah sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat.

“Produk investasi seperti SBN ritel ini merupakan cara pemerintah untuk memberikan alternatif investasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat sembari meningkatkan literasi keuangan,” ujarnya di sela-sela kegiatan literasi keuangan #UangTalk & Like It Kemenkeu di Unair, Kamis (7/9/2023).

Dia mengatakan, investor SBN ritel ini cenderung mengalami peningkatan, apalagi setelah dipasarkan melalui platform online pada 2018. Sebelumnya SBN ritel didominasi oleh pembeli utama yakni kalangan usia baby boomer dan generasi milenial serta Gen X.

“Sekarang sudah mulai bergeser, sekitar 40 persen pembeli SBN ritel adalah kalangan milenal dan Gen Z, lalu sebanyak 60 persen adalah generasi X paling banyak dan baby boomer. Namun dari sisi size (nominal), tetap baby boomer yang terbesar karena mereka yang paling banyak uangnya,” jelasnya.

Deni memaparkan, capaian penjualan SBN ritel pada 2022 untuk pertama kalinya tembus Rp107 triliun. Sedangkan tahun ini sudah mencapai lebih dari 50 persen dari target.

“Penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 023 bahkan memecahkan rekor SBN Ritel online yakni mencapai Rp28,9 triliun. Ini menunjukkan minat masyarakat sangat besar,” imbuhnya.

Saat ini, tambahnya, Kemenkeu juga mulai menawarkan SR ritel seri 19 yang dibuka mulai 1 - 20 September 2023, setelah itu akan diikuti penerbitan konvensional ORI 024 pada Oktober mendatang. 

“Ini bukan sekadar upaya pemerintah untuk mendapatkan dana, tetapi menjadi alat untuk mendistribusikan kekayaan kepada masyarakat. Bayangkan kalau kita alokasikan Rp400 triliun untuk bunga SBN di APBN. Harapannya yang dapat manfaat bunga adalah masyarakat kita,” ujarnya.

Dibandingkan sebelum pandemi, lanjut Deni, kepemilikan investor asing di instrumen investasi domestik sekitar 39 persen - 40 persen. Namun, sekarang kepemilikan asing sudah turun menjadi sekitar 15 persen.

“Artinya sekitar 85 persen investor domestik adalah institusi maupun individu orang Indonesia. Jadi pemerintah bayar bunga Rp400 triliun, yang menerima ya masyarakat kita sendiri,” imbuhnya.

Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu Adi Budiarso menambahkan, gelaran #UangTalk & Like It Kemenkeu di Surabaya sebagai kota ketiga setelah Jakarta dan Pontianak ini juga menjadi agenda penting dalam memperkenalkan instrumen-instrumen investasi tersebut kepada masyarakat khususnya kalangan muda/mahasiswa.

“Semoga kegiatan ini dapat mengeluarkan semangat untuk meningkatkan inklusi keuangan yang berkualitas, yang tentunya punya literasi memadai dan lebih tinggi karena sekarang kita upayakan pemberdayaan UMKM, pengusaha muda supaya jadi aktor dan penopang usaha untuk peningkatan ekonomi menuju Indonesia Maju,” imbuhnya.

Dia menambahkan, literasi dan inklusi keuangan memang menjadi konsentrasi pemerintah. Sebab dalam riset yang dilakukan OJK setiap tiga tahun sekali, angka terakhir menunjukkan inklusi keuangan mencapai 85 persen, sedangkan literasi masih rendah 49,68 persen.

“Idealnya prosentase inklusi keuangan dan literasi ya sama. Ini lah tugas kita bersama untuk meningkatkan literasi masyarakat. Pemerintah sendiri menargetkan inklusi keuangan tahun depan bisa naik menjadi 90 persen, lalu literasi setidaknya bisa 50 persen atau setara dengan inklusi,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper