Bisnis.com, SURABAYA — Dinas Perkebunan Jawa Timur mencatat tren luasan lahan perkebunan kakao di Jatim dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan akibat adanya alih fungsi lahan.
Kepala Bidang Produksi Tanaman Tahunan Dinas Perkebunan Jatim, Bagus Budi Hermanto, mengatakan penurunan luas areal tanaman kakao juga karena ada alih fungsi lahan untuk usaha lain seperti untuk pemukiman dan jalan.
“Faktor beralihnya petani ke tanaman lain ini juga disebabkan karena sebagian petani belum mengetahui informasi pemasaran kakao dan kepastian harga,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/8/2022).
Selain itu, harga biji kakao fermentasi dan non-fermentasi yang selisihnya tidak begitu jauh membuat petani menjual biji kakao secara asalan sehingga pendapatannya lebih rendah.
Dia mengatakan Disbun Jatim sendiri terus berupaya untuk mendorong peningkatan produksi kakao di antaranya dengan melakukan pengembangan luas areal tanaman dengan memberikan bantuan bibit unggul bersertifikat, serta memberi bantuan pupuk, dan program bantuan alat pengolahan pascapanen seperti alat ukur kadar air, kotak fermentasi, dan alat pengering biji kakao.
“Kami juga ada program peningkatan SDM baik petani, maupun petugas seperti bimbingan teknis budi daya, penanganan panen dan pascapanen,” imbuhnya.
Baca Juga
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Jatim, pada 2019 tercatat luas area tanaman kakao di Jatim mencapai 57.648 hektare dengan tingkat produktivitas 0,612 ton/ha dan hasil produksi 35.285 ton. Kemudian pada 2020, luas area turun menjadi 56.895 ha dengan produktivitas 0,621 ton/ha dan hasil produksi 35.304 ton.
Pada 2021, luas area tanaman kakao kembali turun menjadi 55.235 ha, dengan produktivitas sedikit meningkat 0,63 ton/ha dan memproduksi 34.850 ton biji kakao.
“Meskipun luas area menurun, tetapi produksinya cukup meningkat karena adanya pemberian bibit dengan varietas unggul yang produktivitasnya lebih tinggi,” imbuh Hermanto.