Bisnis.com, SURABAYA - Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesia Iron and Steel Industry Association/IISA) optimistis kinerja industri besi dan baja tahun ini bisa tumbuh 10 - 20 persen seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan ekspor.
Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng IISA, Henry Setiawan mengatakan sejak kuartal I/2022, harga baja dunia mengalami kenaikan. Kondisi ini juga diiringi dengan kenaikan permintaan.
“Seperti yang kita ketahui, perang Rusia dengan Ukrain ternyata berdampak pada permintaan besi dan baja sekaligus berperan terhadap kenaikan harga baja dunia,” jelasnya, Selasa (17/5/2022).
Dia mengatakan saat ini produksi besi dan baja China sendiri kebanyakan konsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan harganya relatif tidak fluktuatif.
“Sedangkan negara lain di luar China seperti Jepang dan Korea berlomba-lomba untuk mengekspor ke Amerika Serikat, dan Indonesia dapat imbasnya juga dari sisi ekspor maupun harga,” ujarnya.
Dia mengatakan kebutuhan besi dan baja nasional saat ini mencapai 15 juta ton. Sebanyak 60 persen kebutuhannya disuplai oleh produksi dalam negeri, sedangkan 40 persen masih harus impor.
Baca Juga
“Namun begitu, untuk dalam 1 - 2 tahun terakhir ini banyak industri baja kita yang ekspor dan sangat dibanggakan oleh pemerintah terutama ekspor yang non karbon, tujuan ekspor ini adalah untuk mengurangi suplai dalam negeri yang melimpah karena ada produk impor yang juga terus masuk,” katanya.
Henry mengatakan dengan kondisi meredanya pandemi Covid-19, sejumlah proyek-proyek swasta dan proyek pemerintah sudah mulai kencang, termasuk sektor industri manufaktur. Situasi ini diharapkan bisa mendorong kinerja industri baja yang bisa tumbuh 10 - 20 persen.
“Pembangunan industri manufaktur saat ini mulai jalan, dan adanya yang perluasan atau ekspansi sejak kuartal I. Saya optimistis akhir tahun pasar besi dan baja ini bisa tumbuh dengan baik, tinggal bagaimana regulasi pemerintah untuk mengatur porsi produksi dalam negeri dengan impornya,” jelasnya.