Bisnis.com, SURABAYA - Riuhnya perbincangan mengenai reog, kesenian khas Ponorogo, Jawa Timur, yang diisukan hendak diklaim Malaysia sekaligus tidak didaftarkan sebagai warisan budaya ke UNESCO, memunculkan kesalah pahaman.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan sampai saat ini tidak ada informasi resmi yang menyatakan bahwa ada negara lain yang turut mengajukan Reog.
"Selain itu, publik perlu memahami bahwa Konvensi WBTb UNESCO bertujuan untuk melestarikan WBTb [warisan budaya takbenda] sesuai dengan kesepakatan internasional. Bukan untuk klaim kepemilikan budaya oleh negara yang mengajukan," ujarnya dalam rilis, Senin (11/4/2022).
"Karena keterbatasan sumber daya di UNESCO sendiri, tidak ada jaminan bagi setiap negara bahwa elemen budaya yang dinominasikan akan berhasil menyandang status WBTb UNESCO," sebutnya seraya menjelaskan bahwa rata-rata suatu negara hanya bisa mengusulkan satu nominasi per dua tahun untuk menginskripsikan elemen budayanya sebagai WBTb UNESCO.
“Sejak tahun 2016, Komite WBTb UNESCO mengatur batasan jumlah elemen budaya yang dapat diinskripsi sebagai WBTb UNESCO, yaitu 50 elemen budaya saja per tahun dari 193 Negara Anggota UNESCO,” jelas Dirjen Kebudayaan.
Baca Juga
Sampai saat ini terdapat 12 WBTb Indonesia yang telah berhasil mendapatkan status WBTb Dunia dari UNESCO. Kedua belas WBTb itu adalah: Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Pendidikan dan pelatihan batik (2009); Angklung (2010); Saman (2011); Noken (2012); Tiga genre tari Bali (2015), Seni Pembuatan Kapal Pinisi (2017); Tradisi Pencak Silat (2019); Pantun (2019); dan Gamelan (2021).
Tahun ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menominasikan empat elemen budaya Indonesia terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO, yakni tenun Indonesia, Reog, jamu, dan tempe. Pengajuan nominasi ini telah melewati kajian dan tahapan yang panjang sampai akhirnya diajukan secara resmi pada 25 Maret 2022.
Hilmar menyampaikan, “Kami terus mengupayakan agar elemen budaya Indonesia tidak hanya mendapatkan status di tingkat Internasional. Namun, yang terpenting adalah agar masyarakat Indonesia turut memberikan perhatian dan ikut melestarikan.”