Bisnis.com, SURABAYA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur memproyeksikan tahun ini akan ada potensi pertambahan emiten baru setidaknya 5 - 10 emiten besar.
Kepala OJK Regional 4 Jatim, Bambang Mukti Riyadi, mengatakan bertambahnya emiten baru ini akan meningkatkan akses keuangan di pasar modal sebagai salah satu instrumen dalam menumbuhkan perekonomian.
“Yang membuat saya optimistis pertumbuhan ekonomi kita bisa lebih bagus adalah emiten industri pengolahan yang akan go publik, misalnya industri pengolahan makanan. Ini akan memiliki multiplayer effect,” ujarnya, Kamis (13/1/2022).
Adapun jumlah emiten baru secara nasional pada 2021 tercatat mencapai 55 emiten, sebanyak dua emiten baru di antaranya merupakan emiten dari Jatim. Jumlah emiten baru pada tahun lalu meningkat jika dibandingkan 2020 yakni mencapai 53 emiten, tetapi turun jika dibandingkan 2019 yakni mampu mencapai 60 emiten.
“Penurunan emiten baru pada 2020 itu dikarenakan adanya pandemi Covid-19 untuk pertama kalinya,” katanya.
Penghimpunan dana di pasar modal secara nasional melalui penawaran umum saham, obligasi dan sukuk pada tahun lalu juga tercatat mencapai Rp358,4 triliun. Nilai tersebut merupakan nilai penghimpunan dana tertinggi sepanjang sejarah.
Baca Juga
“Sementara di Jatim saja, saham yang ditawarkan pada 2021 mencapai Rp19,6 miliar, dengan capaian saham yang dihimpun sebanyak Rp12,1 miliar, dengan jumlah investor mencapai 4.279 investor,” ujarnya.
Bambang menambahkan, perkembangan securities crowd funding (SCF) tahun lalu menurut sektor usaha di Jatim di antaranya adalah sektor usaha agriculture, restoran, security system and service, hingga shopping and retail.
Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Jatim, Agustinus Agus Sunarto mengatakan rata-rata pertumbuhan emiten baru di Jatim dari tahun ke tahun mencapai 4 -5 emiten. Tahun ini pun diperkirakan ada sekitar 5 emiten baru yang akan melantai bursa.
Namun begitu, katanya, AEI mendorong agar calon-calon emiten tersebut ikut bergabung dalam asosiasi agar berbagai informasi terkait kebijakan emiten dapat diimplementasikan dengan baik.
“Asosiasi ini intinya ingin mewadahi dan memfasilitasi emiten, terutama setiap ada aturan baru, kami membantu mensosialisasikan dan pada akhirnya tidak miss informasi,” katanya.
Agus mencontohkan, banyak emiten yang kerap terlambat karena minimnya informasi dan sosialisasi yang diterima, misalnya dalam membuat kewajiban laporan seperti laporan Sustainability Report (SR) dan Annual Report (AR) sehingga emiten tersebut dikenakan denda yang kini naik menjadi Rp2 juta per hari dari sebelumnya hanya Rp1 juta per hari.
“Untuk itu kami pun tengah mengusulkan kepada OJK agar setiap ada emiten baru diarahkan untuk menjadi anggota AEI supaya terkoordinir, ini usulan ini mendapat respons baik dari OJK dan BEI, tetapi memang perlu peraturan sebagai cantolannya,” imbuhnya.