Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerimaan Cukai di Kanwil DJBC Jatim II Tembus Rp26 Triliun

Asosiasi mendesak pemerintah agar menetapkan status quo terhadap regulasi di industri hasil tembakau atau IHT.
Ilustrasi. Buruh pabrik mengemas rokok SKT di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan
Ilustrasi. Buruh pabrik mengemas rokok SKT di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan

Bisnis.com, MALANG — Penerimaan cukai di Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jatim II menembus Rp26 triliun pada posisi 24 Juni 2021 yang berarti mencapai 53,73 persen dari target penerimaan sampai akhir tahun ini yang dipatok Rp48,4 triliun.

Kakanwil DJBC Jatim II Oentarto Wibowo mengatakan dengan pencapaian berarti penerimaan cukai di kantornya melampaui proyeksi. Pencapaian penerimaan sampai kuartal II/2021 aman.

“Penerimaan cukai sampai dengan kuartal II aman,” katanya di Malang, Senin (28/6/2021).

Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJBC Jatim II Mohammad Sulthon Junaidhi menambahkan pencapaian itu karena adanya sinergi dari semua pihak, apalagi masih dalam masa pandemi sehingga untuk mencapai target penerimaan cukai diperlukan upaya yang tinggi.

Secara rinci strategi untuk mengoptimalkan penerimaan cukai, kata dia, yakni motivasi dan monitoring-evaluasi dari pimpinan yang dilakukan secara berkala dan simultan, koordinasi, dan sinergi aksi dari semua pihak. Dilakukan pula, pemberantasan atau penindakan rokok ilegal,  intimacy ke pabrik rokok sehingga diketahui permasalahan pengguna jasa, serta bisa membantu solusinya jika ada masalah.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Susianto mengatakan pada masa pandemi, pabrikan rokok, terutama pabrikan kecil rokok, masih bisa eksis bisa tantangannya tidak mudah, seperti adanya kenaikan tarif cukai, peredaran rokok ilegal, dan persaingan antar-pelaku IHT.

Di tengah situasi seperti ini, maka pabrikan rokok kecil yang tergabung dalam asosiasi tersebut mendesak pemerintah agar menetapkan status quo terhadap regulasi di industri hasil tembakau atau IHT agar dapat memberikan ketenangan berusaha dalam masa pandemi.

Desakan itu muncul setelah ada wacana di publik tentang rencana revisi Pemerintah Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Jika PP tersebut benar-benar direvisi, maka akan berdampak negatif bagi pelaku IHT yang tengah berjuang agar industri tetap bisa eksis pada masa pandemi yang ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat dan peredaran rokok ilegal karena naiknya harga rokok yang disebabkan kenaikan tarif cukai,” katanya.

Jika ada revisi PP No. 109 Tahun 2012, dia memperkirakan, dampaknya akan memberatkan pelaku IHT. Dengan alasan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, maka instrumen yang bisa dilakukan biasanya lewat penaikan tarif cukai.

Oleh karena itulah, dia meminta pemerintah memberlakukan status quo terhadap pemberlakuan PP No. 109 Tahun 2012 agar ada ada ketenangan berusaha bagi pelaku IHT. Situasi kondusif bagi pengusaha dibutuhkan, terutama saat berada pada masa pandemi Covid-19.(K24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper