Bisnis.com, SURABAYA – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Arteria Dahlan menilai Permenperin soal gula berpotensi memicu kegaduhan dan hambatan iklim usaha di Jawa Timur.
"Yang ada sekarang, gula mahal karena ada beban ongkos angkut yang harus ditanggung. Selain mahal, kualitasnya berbeda, tidak sesuai dengan yang dikehendaki UMKM maupun industri," jelasnya melalui rilis, Senin (7/6/2021).
Ketentuan produksi gula termutakhir diatur Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Adapun Permenperin 3/2021 menyebutkan pabrik yang dapat mengolah rafinasi dibatasi hanya bagi pabrik yang izin usahanya terbit sebelum 25 Mei 2010. Tidak satupun pabrik di Jatim memenuhi ketentuan tersebut.
Alhasil kebutuhan gula rafinasi industri di Jatim harus dipenuhi dari luar daerah. Pabrik yang bisa mengolah gula rafinasi di antaranya berada di Banten, satu Makasar, satu Jawa Tengah, satu Lampung, dan satu Sumatra Utara.
Akibatnya UKM dan industri mamin di Jawa Timur harus membeli gula rafinasi dari luar Jawa Timur seperti Cilegon, Cilacap hingga Lampung yang menyebabkan UKM dan industri membayar lebih mahal.
"Yang ada sekarang, gula mahal karena ada beban ongkos angkut yang harus ditanggung. Namun Pak Menteri menyebut seolah-olah tidak ada kelangkaan. Pernyataan ini yang kami sebut menyesatkan," ujarnya.
Arteria menambahkan, pemberlakuan Permenperin No.3/2021 ini juga tidak sejalan dengan UU Ciptakerja yang bertujuan untuk memberikan kemudahan berusaha, meningkatkan iklim investasi, perluasan lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Politikus dari PDI Perjuangan ini berharap Menteri Perindustrian langsung turun untuk melihat kondisi riil di lapangan.
Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan hingga saat ini Indonesia memang belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada impor, termasuk untuk bahan pangan seperti gula. Namun demikian, ada baiknya importirnya disebar sehingga memudahkan industri mengakses.
Bagi industri, bahan baku yang mudah didapat dan murah akan berdampak pada efisiensi biaya produksi, menghasilkan produk dengan harga terjangkau, membuahkan profit dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerjanya. "Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, bisa menolong dan menumbuhkan sektor industri, mamin khususnya," pungkasnya.