Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wagub Emil : Jatim Punya Potensi Besar Kembangkan Vokasi

Jatim terus merencanakan pembangunan kawasan industri yang tentunya membutuhkan tenaga yang siap bekerja.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak (kiri) disambut Wali Kota Malang Sutiaji di Masjid Agung Jami Kota Malang untuk menunaikan salat Jumat (22/1/2021). / Istimewa
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak (kiri) disambut Wali Kota Malang Sutiaji di Masjid Agung Jami Kota Malang untuk menunaikan salat Jumat (22/1/2021). / Istimewa

Bisnis.com, SURABAYA - Provinsi Jawa Timur dinilai memiliki potensi pengembangan pendidikan vokasi yang cukup besar karena memiliki industri yang beragam serta jalur transportasi logistik yang mendukung.

Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan data pertumbuhan ekonomi Jatim menyebutkan bahwa sekitar sepertiga ekonomi Jatim dikontribusi oleh sektor industri manufaktur, disusul sektor perdagangan dan pertanian.

“Nah semua sektor tersebut membutuhkan vokasi yang benar-benar link and match, dan lulusan yang siap bekerja dan produktif,” katanya dalam paparan Meet and Greet Fakultas Vokasi Unair dengan Industri, Jumat (4/6/2021).

Menurutnya, Jatim sangat potensi untuk pengembangan vokasi, karena memiliki aktivitas industri yang sibuk, juga pelabuhan yang sangat sibuk ke-45 di dunia. Bahkan Jatim merupakan provinsi penyumbang perekonomian di Pulau Jawa terbesar kedua yakni sekitar 24,62 persen.

Dia mengatakan saat ini ada lebih dari 800.000 lebih industri dengan 3,2 juta tenaga kerja untuk industri manufaktur. Ke depan, lanjutnya, Jatim terus merencanakan pembangunan kawasan industri yang tentunya membutuhkan tenaga yang siap bekerja.

Sejauh ini, katanya, vokasi banyak didominasi oleh teknik otomotif mesin ringan, teknik komputer ringan. Padahal, di Jatim masih banyak industri lain yang juga potensial seperti tekstil, alas kaki, barang dari karet, peralatan listrik, mesin, alat angkutan, makanan dan minuman serta industri hulu seperti pengolahan produk agro.

“Makanya dulu kita pernah buat SMK Negeri 1 di Panggul Trenggalek dengan jurusan teknik pengolahan hasil laut dan pariwisata, karena kita mau mapping vokasi itu sesuai dengan industri di daerah itu,” ujarnya.

Selain itu, masih terdapat tantangan lain dalam pengembangan vokasi saat ini yakni keterbatasan tenaga pengajar yang sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk itu, lanjut Emil, pengembangan vokasi membutuhkan peran perguruan tinggi dan industri untuk melakukan reskilling terhadap guru-guru SMK ataupun perguruan tinggi.

“Sehingga kalau ada keterbatasan guru, kita bisa memperbanyak suntikan kurikulum dari industri yang praktis. Jadi saat ini bukan soal vokasi atau non vokasi, tetapi program pendidikan kita harus agille (tangkas), dan saya berharap ke depan akan ada keselarasan antara industri dan vokasi,” imbuhnya.

Adapun program pengembangan vokasi pertama di Jatim pada 2017 tercatat sudah ada realisasi kerja sama industri dan SMK yakni sebanyak 50 industri dengan 234 SMK. Program vokasi kedua pada 2019 terdapat kerja sama sebanyak 98 industri dengan 213 SMK. Kerja sama vokasi terbanyak berada di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Kabupaten Mojokerto.

Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Ristek, Wikan Sakarinto menambahkan adanya industri andalan dan industri pendukung dalam pengembangan kawasan industri di Jatim ini menjadi tantangan baru bagi dunia pendidikan vokasi.

“Tingkat kebutuhan dunia kerja yang sesuai dengan industri andalan sangat besar. Jadi dalam link and match intinya jangan sampai masak sendiri-sendiri, misalnya lulusan sudah dimasak oleh perguruan tinggi dan SMK ternyata setelah dicicipi oleh industri, ternyata tidak cocok, lalu tidak dipakai atau diterima tapi diberi training tambangan, kan artinya dimasak lagi karena lulusan dianggap mengecewakan. Ini bukan link and match,” katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut juga menjadi catatan bagi lulusan perguruan tinggi atau SMK, sebab dunia kerja masih mengeluh terhadap pendidikan. Link and match, katanya, juga bukan hanya soal magang dan MoU, tetapi sebaiknya kurikulum disusun bersama dengan industri.

“Tiap tahun konten berubah enggak apa-apa, karena vokasi itu harus agille dan lincah mengikuti perubahan yang ada. Artinya kurikulum itu dimasak bareng, jadi industri harus benar-benar hadir bersama kampus sejak awal bikin resep kurikulum, minimal 50 jam per semester per prodi,” imbuhnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper