Bisnis.com, MALANG — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang mendukung pengembangan ekonomi kreatif yang digagas Karang Taruna, Kel. Bunulrejo, Kec. Blimbing, yang dinilai potensial berkembang dengan memajukan kegiatan parawisata.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Azka Aminurridho mengatakan dalam menjalankan tugasnya a.l BI mendorong pengembangan pertanian dan peternakan lewat program kluster untuk meningkatkan sisi pasokan agar tercipta kestabilan harga sehingga dapat menjaga inflasi di angka yang relatif rendah.
“Program lain, terkait dengan pengembangan ekraf,” ujarnya di sela-sela kegiatan Budaya Ngopi Mbois di Malang, Kamis (17/12/2020).
Pengembangan kluster pangan dan peternakan BI Malang a.l kluster bawang merah, bawang merah, cabai, beras organik, jagung, dan penggemukan sapi pedaging.
Untuk pengembangan ekraf a.l membina perajin batik serta kegiatan-kegiatan festival, seperti Festival Mbois 5, maupun Malang Fashion Week.
Kegiatan ekraf di Kel. Bunulrejo, dia menilai, potensial untuk berkembang, tapi perlu keras dari pengelolanya agar bisa lebih maju dan berkualitas.
Baca Juga
Ketua Karang Taruna Kel. Bunulrejo, Kec. Blimbing, Andri Wiwanto, mengatakan pengembangan ekraf di wilayah tersebut dengan konsep memadukan potensi yang ada di daerah tersebut. Pengembangan ekraf dan gastronomi juga memperhatikan aspek sejarah Bunulrejo yang tergolong sebagai daerah kuno dan disebut secara eksplisit dalam prasasti Kanuruhan.
Seperti budaya gastronomi Ngopi, sudah dikenal sejak zaman kuno. Ada juga tari Bapang, tari yang menggunakan topeng Malangan, dikenal sejak lama di daerah itu.
“Pada 2019, kami menggelar flash mob Tari Bapang dan banyak disukai masyarakat, bahkan ada wisatawan mancanegara yang tertarik melihatnya,” ujarnya.
Yang juga dikembangkan, kegiatan pembatik. Di RW 09, ada Kampung Batik dengan 60 perajin batik.
Kegiatan Ngopi akan dikembangkan dengan mendatangkan pelaku usaha kopi untuk dikumpulkan di Pasar Bunul dengan membuka kedai-kedai seperti pasar malam kopi.
Budiarto, penggagas Malang Sejuta Kopi, mendukung rencana pengembangan kegiatan gastronomi membuka pasar kopi. Budaya Ngopi yang baik perlu terus didorong agar tingkat apresiasi masyarakat terhadap kopi yang baik semakin meningkat.
“Kami juga telah mengajari ibu-ibu untuk menyeduh kopi dengan baik dan benar,” ujarnya.
Sejarawan dari Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono mengatakan Malang Raya sebenarnya dalam masa kolonial dikenal sebagai sentra kopi, bahkan sebelum kebijakan Tanam Paksa diberlakukan pemerintah kolonial.
“Pertumbuhan daerah di Kota Malang dan Kab. Malang banyak disumbang kopi, yakni sisi produksi di wilayah Kab. Malang dan perdagangan di Kota Malang,” ujarnya.
Jika ada pemikiran mengembangkan pariwisata berbasis kopi di Malang Raya, kata dia, sebenarnya berpijak dari akar sejarah daerah tersebut. Budaya ngopi zaman kuno, tidak mesti menggunakan kopi melainkan biji yang disangrai lalu ditumbuk dan dituangkan air mendidih untuk diminum.
Dalam implementasinya saat ini, maka destinasi wisata berkebun diarahkan di Kab. Malang, sisi sejarah kopi di Kota Batu, dan gastronomi atau menikmati kopi di Kota Malang.(K24)