Bisnis.com, SURABAYA – Kalangan pengusaha importir dan eksportir Jawa Timur menyambut baik peraturan devisa hasil ekspor (DHE) dan pembayaran impor (DPI) melalui Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (Simodis) lantaran dinilai dapat berdampak pada penurunan biaya logistik hingga menjadi 9 persen.
Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim, Romzy Abdullah Abdat mengatakan keberadaan Simodis yang bertujuan untuk mendata secara realtime jumlah devisa yang masuk dari ekspor maupun impor tersebut memiliki keuntungan bagi pengusaha.
“Kalau pengusaha melaksanakan pengisian data ekspor dan impor dengan kepatuhan, kita sebagai pengusaha juga akan mendapatkan insentif, di antaranya seperti fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan kawasan berikat, serta dapat pertimbangan dalam layanan pajak,” jelasnya seusai Sosialisasi Simodis, Rabu (7/10/2020).
Selain itu, katanya, pengusaha importir resmi yang terdata juga mendapatkankan prioritas dan jalur khusus menjadi mitra utama pemerintah dalam mendatangkan barang kebutuhan dari luar negeri yang tidak ada atau defisit di Indonesia.
“Kalau dapat fasilitas, kita bisa menekan biaya logistik yang selama ini masih tinggi sekitar 17 persen, tapi kalau dapat jalur khusus biaya bisa ditekan sampai menjadi 9 persen,” katanya.
Romzy menambahkan, pada masa pandemi seperti sekarang kinerja impor maupun ekspor memang cukup tertekan. Bahkan setelah perekonomian dibuka kembali, dan PSBB dihentikan ternyata belum mampu mendongkrak kinerja impor dan ekspor atau hanya mampu tumbuh di bawah 1 persen pada kuartal III ini.
Baca Juga
“Selama ini untuk bahan baku industri sebanyak 70 persen harus impor, sebelum diolah lalu diekspor kembali, itu pun 70 persen impor dari China. Akhirnya, kita mendatangkan bahan baku dari negara Asean tetapi jumlahnya terbatas karena pabrik di Asean tidak sebanyak China,” ungkapnya.
Dalam sosialisasi Simodis, Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jatim, Elly Silitonga menjelaskan sistem ini dihadirkan sebagai upaya pengendalian defisit transaksi berjalan agar efektif dan terintegrasi terhadap ekspor, dan terhadap impor agar informasi data dapat dijadikan dasar pengembalian kebijakan dalam menciptakan perdagangan yang positif dan sehat.
“Pemantauan transaksi ekspor sudah dilakukan sejak 2012 dengan tingkat kepatuhan pelaporan pengusaha yang naik sampai di atas 95 persen, tetapi ke depan diperlukan penguatan dengan memperluas dan mengintegrasikan cakupan monitoring devisa ekspor dan impor termasuk transaksi e-commerce antar negara,” ujarnya.