Bisnis.com, MALANG — Pengusaha rokok di Malang yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Rokok Malang (Gaperoma) meminta kebijakan relaksasi mengenai cukai diperpanjang 2021 karena kondisi industri hasil tembakau (IHT) di 2020 yang sangat berat.
Ketua Gaperoma Johny mengatakan gambaran beratnya kondisi perusahaan rokok anggota asosiasi tersebut tercermin dari produksi yang turun 13,23 persen pada periode Januari-Juli bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Tahun lalu, produksi rokok anggota Gaperoma di Malang periode Januari-Juli mencapai 14,1 miliar batang, namun periode yang sama tahun ini menurun tinggal 12,14 miliar batang,” katanya di Malang, Selasa (15/9/2020).
Indikator lain, kata dia, terjadinya pengurangan tenaga kerja. Akibat pandemi, tidak bisa dihindari adanya pengurangan tenaga kerja karena turunnya angka produksi.
Angka pengurangan tenaga kerjanya mencapai 19,7 persen. Januari-Juli tahun lalu jumlah tenaga kerja di 12 perusahaan rokok anggota Gaperoma sebanyak 11.2356 orang, namun periode yang sama tahun ini berkurang menjadi 9.016 orang.
“Penurunan kinerja IHT jelas tidak dapat dihindari karena indikator juga menunjukkan terjadinya deflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Baca Juga
Meski begitu, kata Johny, Gaperoma mengapresiasi atas kebijakan pemerintah memberikan relaksasi berupa relaksasi pembayaran pita cukai dari 2 bulan menjadi 3 bulan sehingga ada ruang yang lebih longgar bagi pelaku IHT.
Dengan kondisi IHT di 2020 yang seperti itu, kata dia, maka di di 2021 memerlukan kebijakan pemulihan ekonomi. Kebijakan relaksasi yang diterapkan untuk IHT di 2020, perlu diteruskan.
Namun implementasinya berupa tidak adanya perubahan PMK 152/PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dan golongan tarif, yakni tetap 10 layer di 2021. Dengan cara itu, maka IHT tetap eksis dan menyumbang cukai ke negara dengan baik.
Jika ada perubahan kebijakan golongan tarif dan PMK 152/PMK.010/2019, kata dia, maka akan memperberat kinerja IHT, termasuk IHT anggota Gaperoma. Dampaknya, jika terjadi penurunan produksi, maka otomatis akan mengganggu pula penerimaan negara dari cukai IHT. Kekosongan pasokan itu nantinya akan dimanfaatkan rokok ilegal. Peredaran rokok ilegal akan lebih marak.
Dengan demikian, tidak kondusifnya kondisi IHT karena regulasi selain akan mempengaruhi kinerja IHT sendiri, juga akan berdampak pada penerimaan negara. “Dari sisi pasokan rokok, saya kira akan tetap sama. Kekurangannya akan diisi dari perluasan peredaran rokok ilegal,” ujarnya.
Oleh karena itulah, Gaperoma berkirim surat kepada Menteri Keuangan tertanggal 11 September 2020. Intinya, selain mengapresiasi kebijakan pemerintah memberikan relaksasi cukai IHT, juga meminta tidak ada perubahan golongan tarif dan PMK 152/PMK.010/2019 Tarif Cukai Hasil Tembakau.(K24)