Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan petani kopi di Jawa Timur menyebut tren penyerapan hasil perkebunan kopi menurun baik di pasar domestik maupun internasional.
Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Jawa Timur, Bambang Sriono mengatakan minimnya penyerapan produk kopi petani akibat banyaknya warung atau kedai kopi dan kafe yang tutup akibat Covid-19.
"Kondisi saat ini cukup memprihatinkan karena warung, kedai dan kafe banyak yang tutup, maupun ada yang setengah tutup alias jual sistem take way sehingga penjualan kafe merosot dan berimbas di tingkat petani," ujarnya, Senin (27/4/2020).
Dia mengatakan dengan tidak maksimalnya penyerapan, diperkirakan produksi bisa over supply mengingat proyeksi panen kopi tahun ini akan meningkat 2 persen sampai 5 persen.
"Mungkin bisa over stock karena lesunya pasar dan harga yang cenderung turun. Bahkan perkiraan tahun ini ada kenaikkan protas 2 persen - 5 persen untuk robusta maupun arabika," imbuhnya.
Adapun produksi kopi 2019 secara nasional mencapai 675.000 ton, sedangkan produksi kopi Jatim sekitar 61.998 ton. Dari total produksi itu sekitar 82 persen adalah kopi robusta dan 18 persen adalah arabika.
Baca Juga
Bambang menambahkan kinerja harga komoditas kopi juga memprihatikan. Sebagai pembanding, pada bulan yang sama, buah kopi merah Arabika tahun lalu mampu mencapai Rp7.000 - Rp9.000/kg, tetapi saat ini merosot hanya menjadi Rp4.000 - Rp5.000/kg di tingkat petani.
"Padahal tahun lalu harga kopi untuk grade tertentu bisa Rp60.000 - Rp85.000/kg untuk arabika dan robusta bisa Rp28.000 - Rp40.000/kg," imbuhnya.
Dia menambahkan saat ini yang hanya bisa dilakukan petani adalah mencoba merambah ke pasar online. Saat ini anggota Apeki baru 15 persen - 20 persen yang sudah mulai masuk pemasaran online.
"Terus terang masih mumet cari terobosan jalan keluarnya. Saat ini petani hanya bisa berdoa agar situasi segera pulih dan pasar memihak ke petani. Yang pasti petani tetap pergi ke kebun kopinya, kan tidak mungkin kebun kopi dirawat atau dikerjakan dari rumah," imbuhnya.