Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah diminta untuk aktif mensosialisasikan regulasi baru Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.82 Tahun 2019 tentang ketentuan impor produk kehutanan agar ada persamaan persepsi antara pengusaha, pemerintah dan bea cukai.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jawa Timur, Nur Cahyudi menjelaskan perlunya pemerintah mensosialisasikan dan menyamakan persepsi atas Permendag tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman antar instansi.
"Adanya Permendag yang baru ini, memang untuk membantu para pengusaha, khususnya industri mebel terutama dalam meningkatkan kinerja ekspor, tapi perlu lebih spesifik aturannya dan implementasinya di lapangan agar jangan sampai malah menghambat industri," ujarnya, Selasa (3/12/2019).
Dia menjelaskan Permendag No. 82 Tahun 2019 sebagai ketentuan impor produk kehutanan ini menggantikan Permendag No 97 Tahun 2015 Jo Permendag No.13 Tahun 2018.
"Jadi setiap impor produk kehutanan termasuk produk contoh harus ada izin, dan persoalnnya impor sample produk perlu ada deklarasi. Hanya saja, ini belum jelas, deklarasi yang menyatakan itu barang contoh adalah dari pihak pengusaha atau masih harus izin lagi ke instansi terkait," jelasnya.
Dia berharap, adanya regulasi tersebut bisa semakin mempermudah industri untuk mengimpor barang contoh untuk 1 barang per item ketika menerima order dari buyer asing.
Baca Juga
"Intinya adalah ketepatan dan kecepatan untuk mendapatkan sample ini mempengaruhi proses produksi, dan pelayanan kita terhadap buyer bisa lebih cepat, dan buyer asing tidak lari dan mengalihkan order ke Vietnam," imbuhnya.
Dewan Penasihat HIMKI Jatim sekaligus owner PT Kurnia Anggun, Johanes Soemarno mengatakan selama ini proses impor bahan baku ataupun barang contoh telah menghambat industri mebel berorientasi ekspor. Akibatnya, pengusaja kehilangan order buyer asing hingga US$100 juta hingga miliaran dolar.
"Sebagai contoh, saya dapat satu buyer dari Amerika yang kemudian kirim contoh barang ke sini. Mereka order untuk kebutuhan hotel, tapi akhirnya batal karena proses kirim barang contoh terlalu lalu, kebanyakan izin, padahal di Vietnam kalau sample tidak perlu izin," katanya.
Soemarno mengatakan, seharusnya pemerintah bisa menangkap peluang adanya perang dagang AS dan China, lantaran AS banyak mengalihkan order barang dari China ke sejumlah negara termasuk Indonesia.
"Peluang yang order itu banyak sekali, tapi karena ada hambatan dan biaya-biaya izin seperti V-legal, belum lagi biaya tenaga kerja yang menghandle dokumen-dokumen yang membuat produk kita kalah saing di harga," imbuhnya.
Dia menambahkan, seperti diketahui kinerja ekspor mebel dalam beberapa tahun terakhir terus merosot. Pada 2018, realisasi ekspor mebel nasional hanya mampu mencapai US$1,7 miliar, jika ditambah dengan produk kerajinan secara total mencapai US$2,1 miliar.
"Padahal target pemerintah ingin ekspor mebel kita bisa US$5 miliar, tapi sulit sekali. Untum kinerja tahun ini masih belum dihitung," imbuh Soemarno.