Bisnis.com, SURABAYA - Industri mebel Jawa Timur tahun ini cukup melambat terutama pada kinerja ekspor mebel yang sempat mengalami kontraksi hingga -6,73% pada September 2018.
Ketua Himpunan Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Jatim, Nur Cahyudi mengatakan penurunan ekspor mebel tersebut disebabkan oleh adanya momen high season atau menjelang libur akhir tahun sehingga pasar sedikit mengerem pembelian.
"Di samping itu, perekonomian negara-negara tujuan ekspor kita juga baru membaik sehingga tren minat pasarnya kurang," katanya kepada Bisnis, Selasa (13/11/2018).
Dia mengatakan meski ekspor furnitur menurun pada September lalu, tetapi secara kumulatif dari Januari - September 2018, ekspor perabotan dari kayu Jatim masih bisa tumbuh tipis 1,4%.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistisk (BPS) Jatim, nilai ekspor barang furnitur dari kayu pada September 2018 mencapai US$20,6 juta atau turun 6,73% dibandingkan Agustus 2018 yang mencapai US$22,1 juta.
. Secara kumulatif Januari-September 2018, nilai ekspor mebel tembus US$195 juta atau naik 1,4% dibandingkan periode sama tahun lalu yakni US$193 juta.
Baca Juga
Tujuan ekspor Jatim untuk komoditas non migas selama ini lebih banyak ke Jepang, Amerika Serikat, China, dan kawasan Asean.
Meski nilai ekspor menurun, tetapi produksi mebel Jatim di skala mikro dan kecil pada kuartal III tahun ini mengalami pertumbuhan 23,87% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Produksi industri furnitur Jatim ini merupakan satu dari 7 industri manufaktur mikro dan kecil lainnya yang tumbuh di atas 10%, di antaranya seperti industri logam, pakaian jadi, bahan kimia, barang galian, kendaraan bermotor dan percetakan.
Sementara industri manufaktur mebel skala sedang dan besar pada kuartal III/2018 hanya mampu tumbuh 2,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Nur Cahyudi berharap tahun depan perekonomian kembali pulih dan pasar domestik maupun global kembali bergairah. Selain itu, diharapkan ada peningkatan produktivitas karyawan pabrik sejalan dengan adanya peningkatan upah mininum regional (UMR) Jatim sebesar 8,3%.
"Walaupun kenaikan upah ini berat di tengah situasi ekonomi yang loyo, tapi menaikan upah harus tetap dilakukan pengusaha. Yang penting kenaikan upah ini harus mengacu pada PP 78," imbuhnya.