Bisnis.com, JAKARTA—PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berharap pada triwulan I 2017 pihaknya sudah dapat melakukan eksplorasi wilayah kerja panas bumi (WKP) Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut telah menjadi pemenang pada lelang WKP dengan luas 60.030 hektar sejak Maret tahun lalu. WKP ini dilelang oleh pemerintah sebagai bagian dari percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia.
Direktur Utama PGE Irfan Zainuddin mengatakan pihaknya saat ini masih dalam tahap pengurusan izin panas bumi serta survei awal.
"Harapannya tidak terlalu lama, karena [pengumuman lelang] sudah dari 2016. Diharapkan triwulan I [2017] sudah selesai izin jadi mulai tahap awal eksplorasi," katanya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat guna menyelesaikan masalah administrasi dan sosialisasi.
Adapun WKP Gunung Lawu memiliki cadangan terduga sebanyak 195 megawatt (MW) akan tetapi pengembangan pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) yang direncanakan hanya 165 MW.
Nilai investasi yang telah disiapkan PGE menurut Irfan US$825 juta, dengan asumsi biaya yang diperlukan untuk mengembangkan 1 MW adalah US$ 5 juta.
Menurutnya, dana tersebut berasal dari ekuitas serta pinjaman perusahaan. Setelah eksplorasi dimulai pihaknya memerlukan waktu paling lambat 6 tahun untuk dapat mengalirkan listrik sehingga menargetkan PLTP dapat beroperasi pada 2023. Rinciannya tahap eksplorasi membutuhkan waktu 2-3 tahun dan pengembangan membutuhkan waktu 3 tahun.
"Kami harapkan 5-6 tahun [dari sekarang] sudah bisa CoD," katanya. Menurut Irfan masalah utama pengembangan WKP Gunung Lawu ini adalah infrastruktur, di mana akses menuju ke lokasi masih sulit sehingga memakan waktu cukup lama untuk membangunnya.
Adapun listrik yang disalurkan PGE nantinya akan diserap oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan harga US$14,6 sen per kilowatthour (kWh). Pemerintah juga berencana memberikan penugasan kepada PGE untuk mengelola 3 WKP. Ketiganya adalah WKP Kotamobago, Iyang Argopuro serta Songa Wayauwa.
Namun demikian, Irfan mengaku belum mendapat surat resmi dari pemerintah terkait hal tersebut. "Memang sudah diberitahu oleh pemerintah tapi finalnya kami belum terima," katanya.