Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan Jatim Defisit Rp22 Triliun pada April 2025

Neraca perdagangan Jawa Timur selama Januari-April 2025 kembali mengalami defisit yang mencapai US$1,37 miliar atau sekitar Rp22,3 triliun.
Neraca perdagangan Jawa Timur (Jatim) selama Januari-April 2025 kembali mengalami defisit yang mencapai US$1,37 miliar atau sekitar Rp22,3 triliun / JIBI/Bisnis
Neraca perdagangan Jawa Timur (Jatim) selama Januari-April 2025 kembali mengalami defisit yang mencapai US$1,37 miliar atau sekitar Rp22,3 triliun / JIBI/Bisnis

Bisnis.com, SURABAYA — Neraca perdagangan Jawa Timur (Jatim) selama Januari-April 2025 kembali mengalami defisit yang mencapai US$1,37 miliar atau sekitar Rp22,3 triliun. 

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Zulkipli, mengatakan defisit neraca perdagangan Jawa Timur disebabkan nilai impor lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor.

"Nilai impor Jawa Timur pada Januari-April 2025 mencapai US$9,68 miliar, sedangkan nilai ekspornya mencapai US$8,31 miliar," ucap Zulkipli yang dikutip dari rilis BPS Jatim.

Secara lebih detail, defisit neraca perdagangan Jawa Timur periode Januari-April 2025 disebabkan oleh kinerja perdagangan sektor migas yang mengalami perlambatan. 

Defisit perdagangan pada sektor migas mencapai US$1,51 miliar. Sementara itu kinerja sektor nonmigas masih mengalami surplus sebesar US$139,26 juta di mana nilai ekspor sebesar US$8,10 miliar lebih tinggi dibandingkan nilai impor sebesar US$7,96 miliar. 

Secara umum, mneurut dia, kinerja sektor migas perlu diperbaiki agar neraca perdagangan Jawa Timur dapat berubah menjadi surplus.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Prof Candra Fajri Ananda, menilai defisit neraca perdagangan Jatim tidak menjadi masalah, bahkan cenderung positif.

Pasalnya, jika komoditas yang diimpor merupakan barang modal, maka akan sangat bagus bagi pertumbuhan sektor industri pada periode berikutnya.

Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB UB, Prof. Putu Mahardika Adi Saputra, menilai neraca perdagangan defisit dipicu disparitas lonjakan impor non-migas terhadap ekspor nonmigas, juga harga minyak dunia yang melemah atau fluktuatif, penurunan permintaan ekspor migas dari negara tujuan, penurunan kapasitas produksi atau gangguan pasokan domestik.

Hal itu juga menunjukkan daya saing sektor manufaktur dan pertanian Jawa Timur di pasar ekspor mulai meningkat, selain terdapat diversifikasi ekspor yang sehat, bukan hanya mengandalkan migas.

"Tantangan utama Jatim, yakni menjaga momentum ekspor sambil menahan laju impor bahan baku melalui substitusi dan efisiensi produksi," ucapnya.

Dia mengusulkan beberapa strategi pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim dalam menyeimbangkan neraca perdagangan.

Antara lain substitusi impor migas, optimalisasi produksi domestik, teknologi enhanced oil recovery di Banyu Urip (ExxonMobil), reaktivasi sumur idle, serta ekspedisi dan eksplorasi intens di wilayah Timur Indonesia.

Kebijakan lain yang diperlukan yakni reduksi impor non-migas dan peningkatan nilai lokal melalui kebijakan substitusi impor untuk bahan baku, perkuat industri lokal, sumber bahan baku domestik, dan pengembangan ekosistem ekspor.

Diperlukan juga penguatan peran Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan zona khusus ekspor dalam pengembangan segmen pasar ekspor baru, serta peningkatan kapasitas R&D dan inovasi industri dengan target meningkatkan daya saing produk ekspor dan substitusi impor.

Selain itu dia mengusulkan Export Coaching Program (ECP) untuk pelaku UMKM/pabrikan Jatim, intensifikasi dan ekstensifikasi aktivitas kolaborasi FTA Center Surabaya (Ditjen PPI – Kemendag) untuk memanfaatkan perjanjian dagang bebas, diversifikasi pasar & digitalisasi, menjaring negara baru dan on-board eksportir ke platform digital global, percepatan data efek kebijakan tarif resiprokal Pemerintahan Donald Trump (AS) ke smetor migas Jatim/nasional.

Menurutnya, pada 2024, surplus perdagangan Indonesia terhadap AS terus melebar, terutama dari produk nonmigas (tekstil, furnitur, karet, elektronik).

Namun Pemerintahan Trump menerapkan tarif resiprokal dan keseimbangan dagang bilateral, termasuk dengan negara-negara Asean.

Sejak 2016 AS menjadi eksportir energi bersih, termasuk crude oil, LNG, dan refined petroleum products ke Indonesia. 

"AS aktif mendorong negara mitra seperti Indonesia untuk mengimpor migas langsung dari AS, bukan dari negara perantara seperti Singapura. Singapura hanyalah transhipment hub, bukan produsen migas utama. Singapura mengimpor crude oil dariTimur Tengah dan AS, lalu mengolahnya di kilang dan menjual kembali ke negara Asia Tenggara dan AS ingin memotong rantai perantara," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper