Bisnis.com, MALANG — Bea Cukai Kementerian Keuangan melakukan razia rokok ilegal ke warung-warung kecil. Di Malang, Bea Cukai menggagalkan peredaran rokok ilegal sebanyak 261.608 batang dari toko kelontong dan patroli petugas di jalan raya di Kota Malang.
Kepala Bea Cukai Malang Gunawan Tri Wibowo mengatakan razia dilakukan setelah pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat di wilayah Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, terjadi penjualan rokok ilegal.
“Tim Bea Cukai Malang menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan pemeriksaan di toko di Jalan Terong, Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang,” ujarnya akhir pekan lalu (6/3/2025).
Hasil pemeriksaan, didapati rokok ilegal jenis sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM), dan sigaret putih mesin (SPM) berbagai merek tanpa dilekati pita cukai, sebanyak 486 bungkus dengan total 9.608 batang. Tim melakukan penindakan dan penegahan terhadap barang tersebut.
Berdasarkan informasi lapangan, juga diketahui terdapat pengiriman rokok ilegal menggunakan mobil penumpang model minibus warna hitam metalik, Bea Cukai Malang kemudian menindaklanjuti dengan melakukan patroli darat pada jalur distribusi rokok ilegal.
Setelah menemukan sarana pengangkut yang dimaksud, Tim Bea Cukai Malang melakukan penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut di Jalan Panglima Sudirman, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Baca Juga
Hasilnya, didapati mengangkut rokok ilegal jenis SKM berbagai merek tanpa dilekati pita cukai sebanyak 12.600 bungkus dengan total 252.000 batang.
Selanjutnya tim membawa sopir, sarana pengangkut, dan barang di atasnya tersebut ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai (KPPBC TMC) Malang untuk diproses lebih lanjut.
“Dari hasil penindakan, operasi ini menghasilkan penindakan 261.608 batang rokok ilegal dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp388.499.280 dan potensi kerugian negara mencapai Rp195.136.528,” ucapnya.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Joko Budi Santoso menilai penindakan peredaran rokok ilegal, terutama dengan menyasar sisi hulu, produksi menjadi momentum tepat.
Hal itu terkait dengan upaya pemerintah menggenjot penerimaan negara untuk membiayai pembangunan.
“Dengan penindakan rokok ilegal yang menyasar pada wilayah produksi ini setidaknya memutus salah satu sumber rokok ilegal sehingga kebocoran penerimaan negara dapat diminimalisasi dan produsen rokok legal merasa tetap terlindungi serta iklim usaha di sektor IHT akan semakin kondusif,” katanya.
Dampaknya, kata dia, penerimaan negara dapat terdongkrak dari cukai IHT sehingga program prioritas pemerintah tetap dapat berlangsung. Demikian juga DBHCHT dan pajak rokok untuk provinsi dan kabupaten/kota mengalir secara berkesinambungan.
Menurutnya, razia penindakan produsen menjadi alarm bagi produsen ilegal lainnya untuk segera menghentikan praktik ilegalnya. Dari penindakan tersebut, jenis rokok ilegal yang ditangkap adalah tidak berpita dan salah peruntukan.
Tracking mesin, penyerapan tembakau, maupun penggunaan bahan produksi lainnya serta dibandingkan dengan pembelian CK-1 dapat menjadi indikasi awal kecurigaan terhadap praktik produksi rokok ilegal.
“Artinya, kapasitas produksi sebuah perusahaan rokok dapat diidentifikasi dari pembelian pita cukai CK-1. Jika produksi lebih besar dari pembelian pita cukai CK-1 maka menjadi indikasi awal terjadi praktik ilegal,” ucapnya.
Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto, menegaskan asosiasi mendukung langkah pemerintah untuk menertibkan rokok dari sisi hulu, yakni perusahaan rokok (PR), untuk dapat meningkatkan penerimaan negara.
Menurutnya, peredaran rokok ilegal sudah mengganggu pasar karena angkanya sangat besar.
“Karena itulah, jika pemerintah berhasil menertibkan peredaran rokok dengan menyasar sisi hulunya, maka akan efektif dalam mendongkrak sisi penerimaan dari sisi cukai, pajak, dan pajak daerah karena cukai, PPN, dan pajak daerah dapat dikutip dari produsen rokok legal,” ujarnya.