Bisnis.com, SUMENEP – Sebelum bawang merah terhidang di meja makan, perjalanannya melibatkan proses panjang dan banyak pihak. Gambaran ini ditemukan Tim Jelajah UMKM dan Pesantren yang diinisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur saat mengunjungi sentra bawang merah di Kecamatan Rubaru, Sumenep, pada Rabu (6-10/11/2024).
Dalam kunjungan tersebut, tim bertemu dengan petani, penangkar benih, melihat lahan, serta mengamati pengolahan produk turunan seperti bawang goreng. Setiap tahapan memiliki cerita khas, lengkap dengan tantangannya.
1. Benih di Rak Bambu
Bawang merah varietas Rubaru dikenal memiliki keunggulan, seperti kandungan flavonoid tinggi, aroma khas yang cocok untuk bawang goreng, serta tekstur umbi keras yang membuatnya tetap renyah. Selain itu, bawang ini lebih toleran terhadap penyakit seperti antraknose dan alternaria, serta hama ulat grayak. Varietas ini juga adaptif terhadap kekeringan dan kelembapan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun.
Benih bawang Rubaru disimpan di rak bambu setelah disatukan dalam satu rumpun. Benih andalan ini diwariskan secara turun-temurun oleh petani, meski ada juga benih yang disediakan penangkar bersertifikat untuk memenuhi pesanan luar daerah dan lelang pemerintah.
2. Karakter Lahan Beragam
Kecamatan Rubaru memiliki topografi yang bervariasi, mulai dari bukit, lahan miring, hingga lahan datar. Setiap jenis lahan membutuhkan perlakuan berbeda dalam budi daya bawang merah. Umumnya, petani menggunakan kompos dari kotoran sapi atau kambing, bibit milik sendiri atau hasil penangkaran, serta pestisida untuk mengatasi hama. Penanganan disesuaikan dengan kondisi dan tantangan di masing-masing lahan.
3. Panen dalam 60–70 Hari
Panen bawang merah dilakukan setelah 60–70 hari, tergantung tujuan penggunaannya. Umbi yang dipanen lebih lama biasanya lebih keras sehingga cocok disimpan sebagai bibit. Setelah dipanen, bawang dijemur hingga mencapai kadar kekeringan tertentu. Sebelum dijual, terkadang bawang merah juga dipisahkan dari daunnya (tidak terikat dalam satu rumpun) dan diklasifikasikan berdasarkan ukuran umbi (grade A, diameter >2,6 cm), sedang (2,2–2,6 cm), dan kecil (<2,2 cm).
Baca Juga
4. Dijual ke Pengepul atau Perantara
Petani biasanya menjual hasil panen ke pengepul lokal karena membutuhkan uang tunai. Harga ditentukan berdasarkan kadar air, ukuran, dan kualitas umbi. Ada juga yang menjual ke pasar grosir di Surabaya, meskipun harga tetap ditentukan oleh perantara. Sebagai gambaran, satu pikup bawang merah dihargai sekitar Rp20 juta.
5. Pengepul Menyimpan Stok
Pengepul biasanya menyimpan bawang merah untuk menjaga pasokan sepanjang tahun. Selain varietas Rubaru, varietas bawang merah lain dari Madura juga dipasarkan.
6. Bawang Kecil Digoreng
Bawang merah yang tidak memenuhi standar grading diolah menjadi bawang goreng untuk meningkatkan nilai tambah. Proses penggorengan dilakukan oleh petani di berbagai sentra, bukan terfokus di satu tempat khusus.
Lahan Bawang di Kecamatan Rubaru, Sumenep./ Dok. Koperasi Permata Indah Rubaru
7. Proses Padat Karya
Budi daya bawang merah adalah proses padat karya yang melibatkan banyak tenaga kerja, mulai dari seleksi benih, perawatan saat tanam, hingga sortasi pasca panen. Pengupasan kulit dan pengirisan bawang untuk pengolahan lebih lanjut juga membutuhkan tenaga kerja tambahan.
8. Hukum Pasar Bebas
Penjualan bawang merah mengikuti hukum pasar bebas. Di pasar, varietas Rubaru bersaing dengan bawang merah dari daerah lain seperti Probolinggo. Di pasar digital, klaim atas bawang merah Sumenep oleh pihak luar Madura juga kerap ditemukan, dengan disparitas harga yang mencolok.
9. Penguatan dari Hulu ke Hilir
Untuk memperkuat rantai komoditas bawang merah, berbagai pihak terlibat dalam penguatan dari hulu ke hilir. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur mendukung sektor hulu melalui pelatihan petani, pemasaran, manajemen bisnis, dan pencatatan keuangan.
Evaluasi rutin dilakukan setiap triwulan, dan data pasokan serta harga dikonsolidasikan dalam platform SENOPATI, yang dapat diakses oleh pemerintah daerah dan BI di Jawa Timur. Sementara itu, di sektor hilir, pemasaran digital diperluas melalui pelatihan digital marketing dan business matching antara klaster petani dengan UMKM binaan yang menggunakan bawang merah sebagai bahan utama.
Perjalanan bawang merah dari rak bambu petani hingga meja makan adalah bukti nyata bahwa komoditas ini melibatkan banyak pihak dan memainkan peran penting dalam ekonomi lokal.