Bisnis.com, MALANG — Program Tapera dinilai bagus agar semua masyarakat memiliki rumah selama implementasi, prosedur, dan praktiknya tidak melenceng.
Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rachmad Kristiono Dwi Susilo, menilai lebih baik program ini bersifat sukarela. Terlebih, pihak eksekutif belum juga memberikan alasan mendasar mengenai model perencanaan Tapera yang lengkap. Selain itu, banyak juga masyarakat yang beranggapan bahwa program ini belum realistis.
"Anggap saja, dua tahun juga belum mesti dapat rumah, harus lebih dari 50 tahun terlebih dahulu sehingga banyak yang menyebut ini hanya dikaitkan dengan program bisnis pemerintah," ujarnya, Selasa (11/6/2024).
Program yang digadang-gadang dapat menjadi jalan keluar untuk masyarakat dalam kepemilikan rumah, kata dia, justru terlalu normatif dan terkesan terburu-buru.
“Program ini berlaku bagi pegawai negeri maupun swasta dengan sistem potongan gaji. Bagi masyarakat berpenghasilan pas-pasan, program ini tentu sangat membebani,” ujarnya.
Sistem Tapera merencanakan gaji pegawai akan dipotong sebesar 3% untuk simpanan perumahan. Sebanyak 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung oleh pekerja itu sendiri. Dana yang terkumpul dalam Tapera tersebut, nantinya dapat digunakan untuk membantu peserta membeli rumah pertamanya.
Baca Juga
“Namun, kebutuhan terhadap perumahan setiap orang itu berbeda-beda. Belum tentu masyarakat MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) belum punya rumah. Program ini seakan-akan menjadi kebijakan yang memaksa, tidak boleh tidak. Padahal, tidak semua perusahaan mau, apalagi perusahaan yang tidak terikat dengan karyawan langsung," katanya.
Rachmad menyebut terdapat dua hal yang harus ditinjau ulang oleh pemerintah sebelum merealisasikan Tapera, yakni pemerintah harus memastikan berapa banyak orang yang membutuhkan program Tapera. Pasalnya, Rachmad menilai pemerintah belum memiliki data yang akurat mengenai hal tersebut.
Di sisi lain, cara paling gampang untuk memberikan alternatif perumahan adalah pemanfaatan lahan milik negara yang bisa dibangun menjadi rumah susun dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Misalnya saja dengan memperkuat program bedah rumah dan bantuan untuk rumah tidak layak huni seperti yang telah banyak dilakukan oleh pemerintah. Hal ini juga bisa diimbangi dengan banyaknya investasi yang dimiliki oleh negara sehingga subsidi untuk masyarakat kurang mampu juga akan tercukupi.
Dia menilai, dengan berbagai kontroversi yang menyelimuti, Tapera memang harus dievaluasi lebih lanjut. “Program ini memang memiliki tujuan mulia untuk membantu masyarakat memiliki rumah, namun pelaksanaan dan implementasinya harus lebih matang dan realistis. Pemerintah diharapkan mampu memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat agar program ini dapat berjalan sesuai harapan,” ucapnya. (K24)