Bisnis.com, SURABAYA - Minat industri memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap meningkat seiring dengan adanya kepastian hukum yang diterbitkan pemerintah.
Direktur perusahaan penyedia PLTS atap PT Investasi Hijau Selaras, Thio Ariyanto, menjelaskan penyediaan energi ramah lingkungan atau bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sudah menjadi dorongan global, sudah jadi kesadaran bersama. Peraturan pemerintah juga turut memacu sektor ini.
Oleh karena itu, kata dia, minat pemasangan pembangkit tenaga surya di kalangan industri juga meningkat. Perseroan menargetkan bisa memasang setara 200 Megawatt peak (MWp) pada 2024. Sedangkan realisasi tahun lalu 10 MWp.
"Kami [proyek PLTS atap] on going, yang berjalan 19 site [lokasi] kontruksi di seluruh Indonesia. Sebanyak 5 site di Jawa Timur," jelasnya di sela-sela penandatanganan proyek PLTS atap/rooftop solar PV di perusahaan produsen kertas PT Setia Kawan Makmur Sejahtera di Tulungagung, Selasa (28/5/2024).
Sedianya di pabrik yang mendaur ulang kertas ini akan memasang PLTS atap berkapasitas 1,59 MWp dengan nilai investasi Rp20 miliar. Proyek ini saat ini sedang dalam perizinan ke PLN dan ditargetkan bisa beroperasi penuh pada akhir 2024.
Thio menjelaskan industri yang meminati pembangkit listrik surya beragam, ada yang perusahaan dalam negeri maupun jaringan global. Secara umum alasan pemasangan bisa untuk memenuhi ketentuan bauran energi, meningkatan citra perusahaan maupun penghematan.
Baca Juga
"Terlebih ESDM sudah menerbitkan aturan baru," tuturnya soal faktor pendorong pertumbuhan minat pemasangan PLTS atap.
Seperti diketahui, ada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
Penyesuaian kebijakan yang diakomodasi Permen itu meliputi penghapusan ketentuan mengenai batasan kapasitas, ekspor-impor energi listrik, dan biaya kapasitas (capacity charge), serta penambahan ketentuan kuota pengembangan PLTS atap.
Penghapusan skema ekspor listrik dari PLTS atap ke jaringan PT PLN membuat keekonomian pemasangan skala rumah tangga dan bisnis kecil menjadi tidak menarik. Namun untuk kalangan industri, Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 menghapus kewajiban membayar biaya operasi pararel pemasangan PLTS atap bagi sektor industri.
Dalam aturan sebelumnya, ada kewajiban membayar biaya paralel pembangkitan listrik, yaitu biaya kapasitas dan biaya layanan darurat yang sebelumnya diterapkan ke industri setara 5 jam per bulan.
Kepala Produksi PT Setia Kawan Makmur Sejahtera, Calvin Handoko, menjelaskan perusahaan pengolahan kertas ini memang berkomitmen manjaga lingkungan. Setidaknya itu tercermin dari core bisnis yang mendaur ulang kertas bekas.
"Kami berharap jadi pilot project [percontohan] untuk perusahaan lain. Untuk komitmen ke renewable energy," jelasnya.
Saat ditanya adanya tuntutan pemasok, pembeli, atau mitra kerja terhadap bauran EBT dari PTLS atap, Calvin menegaskan pemasangan murni inisiatif perusahaan. Tujuannya mendapatkan energi murah dan juga melindungi lingkungan.
Selama ini, pabrik di lahan seluas 8,5 hektare dan berkapasitas produksi 4.000 ton kertas per bulan mengandalkan pasokan energi dari PLN. "Nanti saat PLTS atap beroperasi menggantikan kebutuhan 5-10 persen dari kapasitas terpasang," jelasnya.