Bisnis.com, SURABAYA - Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono meminta pemerintah dalam hal ini lembaga pangan untuk segera mengambil tindakan terhadap situasi kenaikan harga beras yang terus melambung.
Menurut Bambang, lembaga pangan di Indonesia seperti Bulog, Badan Pangan Nasional dan Satgas Pangan seharusnya segera mengambil peran dan bertanggung jawab dalam menciptakan kedaulatan pangan, ketahanan pangan dan kemandirian pangan bagi negara.
“Bahkan Bulog yang seharusnya menjadi stabilisator pangan di Indonesia terlihat lumpuh dan hanya mampu menyerap di kisaran 2 persen dari total produksi beras yang ada di Indonesia. Jadi mayoritas beras kita dikuasai swasta dan disinyalir munculnya kartelisasi harga,” katanya, Rabu (20/9/2023).
Sebagai negara agraris, kata mantan anggota DPR RI periode 2014 - 2019 ini, produksi beras seharusnya melimpah, apalagi luasan tanah produktif di Indonesia mencapai 70 juta ha dan merupakan yang terbesar di Asia, dan yang dimanfaatkan baru 45 juta ha, dan seluas 7 ha di antaranya untuk tanaman padi.
“Indonesia sudah menjadi negara penghasil pangan dan sebagai lumbung pangan untuk kebutuhan domestik dan internasional, jadi sudah seharusnya harga beras di Indonesia tidak setinggi saat ini,” katanya.
Ia pun membandingkan harga beras di negara lain seperti Malaysia yang harganya masih lebih murah rerata RM2,6 atau setara Rp9.100/kg beras lokal dengan kualitas premium. Padahal Malaysia hanya mempunyai lahan produktif untuk pertanian padi sebesar 648.000 ha atau hanya sekitar 0,9 persen dari lahan produktif di Indonesia 70 juta ha.
Baca Juga
Begitu juga di Thailand, maupun Vietnam penghasil beras terbesar urutan ke-5 di dunia sebesar 27,1 juta ton setelah Indonesia sebesar 34,4 juta ton. Namun harga beras di Vietnam jauh lebih murah yakni sekitar 11.250 Dong atau sekitar Rp7.000/kg. Di Vietnam, lahan produktifnya seluas 33 juta ha, dan hanya 3,8 juta ha yang dipergunakan secara hukum untuk pertanian beras.
“Itupun Vietnam punya penduduk 97,33 juta jiwa, dan bisa menjamin kecukupan kebutuhan beras masyarakatnya termasuk ekspor ke negara lain,” imbuhnya.
Pada kesempatan lain, Pemprov Jatim terus berupaya untuk menekan harga komoditas beras dengan gencar melakukan operasi pasar ke berbagai daerah. Seperti baru-baru ini dilakukan Bondowoso, Jombang, dan Madiun yang menjadi titik ke-17 pasar murah digelar.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan gelaran pasar murah diharapkan dapat menjaga stabilisasi harga maupun pasokan kebutuhan bahan pokok, serta meringankan beban masyarakat.
“Pasar murah ini menjadi penetrasi pasar secara komprehensif karena bahan pokok yang dijual harganya di bawah harga rata-rata. Beras dijual harga Rp10.200/kg, Gula dengan harga Rp 13.000/kg, minyak goreng dengan harga Rp 13.000/Liter, Telur ayam dengan harga Rp 23.000/kg, serta beberapa produk IKM/UKM berupa komoditi pangan.
Khofifah menambahkan, pasar murah ini terus digencarkan Pemprov Jatim untuk membantu meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bahan pokok, terutama beras yang harganya naik diatas HET di pasaran.
"Di pasar murah ini kami menyediakan dan menjual bahan pokok dengan harga terjangkau. Harapannya, yang dijual disini lebih terjangkau masyarakat sehingga bisa meningkatkan daya beli masyarakat.
Pemkab Madiun mencatat, stok beras di Madiun sampai September 2023 sejumlah 48.188 ton. Sedangkan konsumsi beras di Madiun hanya 6.630 ton, sehingga Madiun mengalami surplus beras lebih dari 41.000 ton.
Berdasarkan data Sistem Informasi Harga dan Ketersediaan Bahan Pokok (Siskaperbapo) Jatim, per 20 September 2023, harga beras medium di Jatim rerata Rp11.455/kg, harga tertinggi terjadi di Sampang Rp13.000/kg, terendah di Jombang Rp10.633/kg.
Harga beras medium ini sudah naik dibandingkan sebulan lalu atau 20 Agustus 2023 yang rerata masih Rp10.350/kg, tertinggi di Sidoarjo Rp11.500/kg dan terendah di Madiun Rp9.450/kg.