Bisnis.com, MALANG — Mobil listrik menjadi perhatian publik karena selain desainnya yang futuristik dan ramah lingkungan.
Mobil listrik juga diklaim lebih hemat serta dukungan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, namun ada beberapa hal yang perlu diketahui calon pembeli.
Dosen Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Novendra Setyawan, mengatakan kendaraan listrik digerakkan oleh baterai yang menghasilkan energi listrik. Energi tersebut didapat dari pengisian daya yang ada di rumah maupun melalui station yang disediakan pemerintah.
Pada awalnya, kendaraan listrik masih belum dilirik oleh masyarakat akibat penyimpanan baterai yang dinilai tidak tahan lama. Masyarakat masih harus terus menerus mengganti baterai dan bisa memakan biaya yang hampir setara dengan harga kendaraan tersebut.
“Jika ingin membeli mobil listrik, sebaiknya masyarakat perlu menyiapkan rumah pengisian sendiri dengan satu daya minimal 2.200 VA,” katanya, Minggu (4/6/2023).
Dengan begitu, kata dia, mobil bisa diisi daya kurang lebih 2-3 jam. Selain itu, masyarakat juga perlu menyiapkan adaptor yang sesuai karena masih belum ada standar adaptor yang diberlakukan di Indonesia hingga saat ini.
Baca Juga
Selain itu, dia mengingatkan, perlunya masyarakat menggunakan pengaman tambahan atau miniature circuit breaker (MCB) agar tidak terjadi konsleting saat pengisian catu daya. Pun dengan mengecek serta memperhatikan kondisi baterai agar bisa lebih awet.
Meski memiliki banyak kelebihan, kata Novendra, kendaraan listrik juga ada kekurangannya. Contohnya, kendaraan listrik akan sangat bergantung pada penyimpanan energi dari baterai.
Pengisian daya membutuhkan waktu 2-3 jam untuk pengisian fast charging. Berbeda dengan kendaraan konvensional yang hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit untuk mengisi bensin lalu dapat melanjutkan perjalanan kembali.
“Memang, salah satu kendala kendaraan listrik adalah penyimpanannya yang masih lemah dan tidak awet sehingga perlu adanya maintenance atau penggantian baterai dengan biaya yang hampir 50 persen,” ujarnya.
Karenanya, dia berharap, Indonesia akan memiliki standardisasi metode pengisian maupun maintenance dari kendaraan listrik di kemudian hari. Dengan begitu, mobil listrik bisa lebih bertahan lama dan diminati masyarakat.
“Menurut saya, selain mendorong penggunaan mobil listrik, perlu juga ada pengembangan energi baru terbarukan. Kalau di UMM, kami memiliki pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTMH). Saya rasa, keduanya mampu membantu pasokan listrik untuk kendaraan listrik karena dapat diperbarui secara terus menerus,” ucapnya.(K24)